Malam 1 Suro kembali menjadi sorotan. Tahun ini jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025, bertepatan dengan 1 Muharram 1447 H.
Bagi masyarakat Jawa, malam 1 Suro dipercaya sebagai malam penuh energi spiritual—penuh makna, tapi juga sarat pantangan jika tidak disikapi dengan bijak.
Tradisi menyambut malam 1 Suro masih lestari hingga kini, mulai dari tirakatan, tapa bisu, doa bersama, hingga kirab pusaka di keraton. Banyak yang meyakini ini sebagai momen transisi energi, bisa mendatangkan berkah maupun musibah.
Asal-Usul: Kalender Jawa dan Figur Mistis
Penanggalan Jawa diciptakan Sultan Agung Mataram abad ke-17, menggabungkan kalender Hijriah dan Saka. Bulan Muharram dipadankan dengan bulan “Suro”, dan lahirlah tradisi malam 1 Suro.
Dalam kepercayaan masyarakat, nama “Suro” juga dikaitkan dengan sosok mistis Raja Jin bernama Suro, penjaga alam gaib. Inilah sebabnya banyak yang menganggap malam ini angker dan sakral.
Tradisi Malam 1 Suro
Setiap daerah memiliki variasi ritual, namun tujuannya sama: menyambut tahun baru Jawa dengan kesunyian dan spiritualitas:
- Tapa bisu / tirakatan: hening tanpa bicara sepanjang malam
- Ziarah kubur: terutama ke makam para wali
- Kirab pusaka: di keraton Yogyakarta dan Surakarta
- Bubur Suro: simbol sedekah dan tolak bala
- Tapa kungkum: berendam malam sebagai penyucian diri
Pantangan yang Diyakini
Meski tidak tertulis dalam hukum formal, banyak masyarakat meyakini ada larangan saat malam 1 Suro, seperti:
- Tidak bepergian jauh
- Tidak menggelar pesta atau pernikahan
- Tidak memulai proyek besar
- Tidak berkata kasar atau keluar malam sembarangan
Keyakinan ini berkaitan dengan mitos terbukanya gerbang alam gaib.
Perspektif Islam
Ulama seperti Buya Yahya menegaskan bahwa meski tradisi Suro penuh nilai, umat Islam harus waspada terhadap praktik syirik. Sebaiknya malam ini diisi dengan dzikir, pengajian, doa, dan amal saleh, karena bulan Muharram adalah bulan mulia dalam Islam.






