counter hit make

Hindu Kaharingan, Agama Lokal dari Kesukuan Dayak

Hindu Kaharingan
Masyarakat Hindu Kaharingan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menggelar ritual adat di Balai Basarah Penyang Hatampung, Sampit.

Wartamataram.com – Agama Kaharingan atau yang sekarang dikenal dengan Hindu Kaharingan merupakan salah satu agama lokal yang berasal dari kesukuan Dayak di daerah Kalimantan. Kaharingan diperkirakan sudah ada sejak manusia pertama di Nusantara. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya penemuan sandung (tempat yang terbuat dari kayu ulin penyimpanan tulang) pada upacara yang biasanya dilakukan oleh penganut Kaharingan. Agama Kaharingan berkembang pada tahun 1957 di perkampungan suku Dayak, Kalimantan. Mayoritas penganut Kaharingan menghuni di daerah Kabupaten Palangkaraya.

Kaharingan sendiri memiliki arti yaitu tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan (air kehidupan). Kitab suci agama mereka adalah Panaturan dan buku-buku agama lain, seperti Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tata cara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.

Kaharingan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying Hatalla Langit), dianut secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Salah satu ibadah dalam agama Kaharingan adalah Ibadah Basarah yang diartikan “menyerahkan segala kepasrahan kita kepada Tuhan Ranying Hatalla”. Ibadah ini dilakukan dengan membentuk lingkaran mengelilingi sangku (tambak raja) yang diletakkan di atas meja dan simbol pohon batang haring (pohon kehidupan) yang diujungnya terdapat burung Anggang (Enggang). Masing-masing umat mengumpulkan uang di tempat dupa sebagai simbol untuk memberikan rezeki dari uang yang mereka dapatkan selama seminggu untuk kegiatan agama.

Menurut Wikepedia, Kaharingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Tjilik Riwut tahun 1944, saat ia menjabat Residen Sampit yang berkedudukan di Banjarmasin tahun 1945, pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan sebagai penyebutan agama Dayak. Sementara pada masa Orde Baru, para penganutnya berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan.

hindu kaharingan

Karena pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, sejak 20 April 1980 . Kaharingan dikategorikan sebagai salah satu cabang dalam agama Hindu (Hindu Kaharingan), seperti halnya Tollotangg pada suku Bugis yang memiliki persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya kemudian menjadi Hindu Tollotang.

Kaharingan juga memiliki tradisi budaya yang sangat menarik, seperti agama yang lainnya: Baserah. Baserah ini dilakukan setiap hari kamis merupakan ritual unik dari Kaharingan. Ada juga ritual penamaan bayi atau yang disebut Nanuhan, juga ada upacara pernikahan yang disebut Lunak Hakaja Pating. Dalam tradisi-tradisi seperti ini pemerintah tidak melarang Kaharingan untuk merayakannya. Hanya saja yaitu tadi, agama ini belum sepenuhnya diakui di Pemerintahan Indonesia.

Ada sebagian penganut Kaharingan masih memperjuangkan hak, yaitu menuntut pemerintah Indonesia untuk mengakui agama Kaharingan sebagai agama resmi di Indonesia. Ketika membuat E-KTP, sebagian masyarakat Dayak Meratus memilih mengosongkan kolom agamanya, namun sebagian lainnya memilih mencantumkan Hindu. Sejak adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan penghayat kepercayaan untuk mencantumkan agamanya pada KTP, kini masyarakat Dayak Meratus sudah banyak yang mencantumkan “Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa” ke dalam kolom agama pada KTP mereka.

Organisasi keagamaan Hindu Kaharingan adalah Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) yang pusatnya di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Sebagian penganut Kaharingan yang menentang integrasi dengan agama Hindu dan berpaham Kaharingan sebagai agama mandiri mendirikan Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI) di Kalimantan Tengah serta Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan (MUKK) di Kalimantan Selatan. (Sumber Tulisan: Regina Virza Rachmawati)