counter hit make

Mantan Kadis ESDM NTB Nilai Tuntutan Jaksa Tidak Adil dalam Kasus Korupsi Tambang Pasir Besi

Mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Husni, yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi tambang pasir besi di Lombok Timur, menyatakan bahwa tuntutan jaksa dianggap tidak adil.

Penasihat hukum Muhammad Husni, Abdul Hanan, membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Mataram pada Senin (22/1), menyatakan bahwa tuntutan pidana yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dianggap tidak memperhatikan rasa keadilan dan kemanusiaan. Sebelumnya, jaksa menuntut mantan kepala Dinas ESDM NTB itu dengan hukuman sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.

Tuntutan tersebut dianggap sangat berat mengingat status pensiun Muhammad Husni. Terkait perannya yang mengetahui dan menandatangani surat pernyataan yang digunakan PT AMG sebagai syarat pengangkutan pasir besi, penasihat hukum menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima uang.

Abdul Hanan juga menyoroti besarnya tuntutan kerugian negara sebesar Rp 6,8 miliar, yang menurut saksi ahli hanya bersifat administratif sehingga sanksinya seharusnya juga bersifat administratif.

Pada uraian tuntutan jaksa, Muhammad Husni dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Dakwaan pertama primer mencakup pelanggaran atas ketentuan Pasal 78 Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Abdul Hanan menegaskan bahwa jaksa penuntut umum mendakwa dan menuntut terdakwa dengan merujuk pada peraturan menteri yang sudah dicabut, sehingga aturan tersebut dianggap tidak berlaku. Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 31 Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023 yang mencabut Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020.