Warta Mataram – Perayaan Hari Perempuan Sedunia, yang jatuh pada tanggal 8 Maret, menandai momen bersejarah dalam perjuangan hak-hak perempuan yang dimulai pada awal abad ke-20. Di New York pada tahun 1908, 15 ribu perempuan bersatu untuk menuntut kenaikan upah dan jam kerja yang layak. Gerakan ini terus berkembang, dengan Partai Sosialis Amerika menyatakan Hari Perempuan Nasional pada tahun berikutnya. Pada tahun 1910, Clara Zetkin mengusulkan perayaan Hari Perempuan secara internasional di Konferensi Internasional di Kopenhagen, yang pada tahun 1911 dirayakan di beberapa negara Eropa.
Pada tahun 1975, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Sedunia. Peringatan ini telah menjadi pendorong bagi gerakan perempuan internasional.
Meskipun demikian, di Indonesia, perjuangan untuk kesetaraan dan keadilan perempuan masih berlanjut di berbagai bidang kehidupan. Indonesia menempati peringkat ke-87 dari 146 negara dalam Indeks Kesetaraan Gender menurut Riset WEF/World Economic Forum, menunjukkan perlunya perjuangan yang lebih lanjut.
Tahun 2024 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi politik Indonesia, dengan hasil pemilu yang dicemari oleh kecurangan besar-besaran. Oleh karena itu, peringatan Hari Perempuan Sedunia saat ini menjadi panggilan untuk mendukung upaya pemulihan demokrasi.
Seiring dengan perayaan ini, Transformasi Perempuan Dotcom (TPDOTCOM) diresmikan, dengan fokus pada menciptakan masyarakat yang adil gender dan memiliki keterampilan digital untuk mendukung pembangunan ekonomi, hukum, dan sosial dengan peduli lingkungan. TPDOTCOM diluncurkan sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kekerasan digital, termasuk kekerasan seksual, bullying, perdagangan manusia, dan penipuan online, yang seringkali memengaruhi perempuan secara signifikan.
Pada acara tersebut, juga diluncurkan buku “Beauty Menantang Kekuatan Memecah Kebisuan”, yang menyoroti perjuangan seorang aktivis perempuan dari NTB dalam mencari keadilan bagi korban kekerasan perempuan.