Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa musim kemarau 2025 telah menyebabkan kekeringan ekstrem di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Di NTT, beberapa wilayah mengalami hingga 94 hari tanpa hujan, sementara di NTB mencapai 77 hari.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, pada Kamis (14/8/2025) menjelaskan bahwa wilayah terdampak di NTT meliputi Kabupaten Rote Ndao (Pantai Baru, Rote Timur, Rote Tengah), Kota Kupang (Maulafa), Kabupaten Kupang (Amfoang Selatan), Kabupaten Belu (Atambua, Tasifeto Timur), Kabupaten Sumba Timur (Haharu, Pandawai, Kambers), dan Kabupaten Sabu Raijua (Sabu Barat). Sedangkan di NTB, kekeringan terjadi di Kabupaten Sumbawa (Kecamatan Lape, Rhee) dan Kabupaten Bima (Wera).
Menurut Ardhasena, data ini diperoleh dari pemantauan 4.555 pos pengamatan hujan di seluruh Indonesia. Secara nasional, sekitar 57 persen Zona Musim (ZOM) di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Hingga 10 Agustus 2025, tercatat 16 lokasi masuk kategori ekstrem panjang, 239 lokasi sangat panjang, 91 lokasi panjang, 159 lokasi menengah, 431 lokasi pendek, dan 764 lokasi sangat pendek.
BMKG mengingatkan pentingnya antisipasi dari sektor pertanian, pengelolaan sumber daya air, dan aparat daerah terhadap dampak kekeringan, termasuk potensi kebakaran hutan dan lahan. BMKG juga berkomitmen untuk terus memperbarui informasi mengenai perkembangan musim kemarau hingga transisi ke musim hujan yang diperkirakan dimulai pada September 2025.
“Pemerintah daerah perlu mengintegrasikan informasi prakiraan cuaca dan iklim BMKG dalam perencanaan lintas sektor agar risiko dampak kemarau bisa ditekan,” tutup Ardhasena.
Image Source: Tribratanews NTB






