counter hit make

Utang Pemerintah Nyaris Tembus Rp7.500 Triliun per Oktober 2022

Hutang Indonesia per oktober 2022

Wartamataram.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp. 7.496,70 triliun per Oktober 2022. Posisi utang pemerintah tersebut setara dengan 38,36% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Rasio ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio utang terhadap PDB pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang tercatat mencapai 39,69%.

Sementara jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, utang pemerintah pada Oktober 2022 mengalami peningkatan secara nominal, dari Rp. 7.420,47 triliun pada September 2022. “Terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang pada akhir Oktober 2022 jika dibandingkan dengan bulan lalu,” tulis Kemenkeu dalam buku APBN Kita edisi November 2022 pada Minggu (27/11/2022).

Kemenkeu merincikan, berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,97% dari seluruh utang pada akhir Oktober 2022. Sementara berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang rupiah, yaitu mencapai 70,54% dari total seluruh utang.

Pemerintah menilai, dominasi rupiah tersebut dapat menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.
“Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri,” kata Kemenkeu.
Lebih lanjut, porsi kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan Bank Indonesia, sedangkan kepemilikan porsi kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019. Porsi kepemilikan asing di SBN pada 2019 yang tercatat mencapai 38,57%, turun menjadi 19,05% pada akhir 2021, dan per 14 Oktober 2022 kembali turun mencapai 14,00%.
Pemerintah menegaskan, hal ini mencerminkan upaya yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup, meski dampak dari pengetatan kebijakan moneter global masih perlu diwaspadai. (*)