counter hit make

Tak Ada Formasi CPNS Guru, PGRI dan IGI Kompak Kecewa

MATARAM-Kebijakan pemerintah terkait ketiadaan formasi CPNS guru membuat asosiasi guru kecewa. Mereka berpandangan, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tak boleh serta merta menghilangkan pengangkatan PNS guru.

”Kami kecewa dengan kebijakan ini,” tegas Ketua PGRI NTB Yusuf, (26/5).

Ia menilai, kebijakan tersebut merupakan bentuk diskriminasi. Diingatkan, bunyi  Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

”Ini artinya tidak boleh ada perbedaan, antar warga negara yang satu dengan warga negara lainnya, atau sama kedudukannya,” jelas dia.

Sebenarnya, Pengurus Besar (PB) PGRI sudah mengusulkan kepada pemerintah pusat, agar formasi CPNS ditujukan kepada guru. Secara aturan, ASN dibagi menjadi dua ketegori. ASN berstatus PNS dan ASN berstatus PPPK.

Hanya saja, pada ASN berstatus PPPK, tidak mendapat pensiun. Kemudian ASN PPPK harus dievaluasi kinerja setiap tahun oleh pimpinan satuan tempat mereka bekerja. Kebijakan tersebut dianggap sangat jelas mengandung unsur ketidakadilan. ”Khususnya pada guru-guru yang sudah mengabdi lama, ini kita katakan ada diskriminasi,” jelas Yusuf.

Kini pemerintah akan merekrut satu juta guru, dalam formasi PPPK. ”Tahun depan tidak boleh ada diskriminasi dalam hal pengangkatan CPNS, semuanya harus mendapat kesempatan yang sama,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) NTB Ermawanti juga menyoroti kebijakan tersebut. ”Bila guru hanya diberikan formasi PPPK, bagaimana dengan kesejahteraan dan keberlanjutan nasib tenaga pengajar,” katanya melempar tanya.

”Perhatian terhadap guru jangan dijadikan urutan kesekian, ini harus menjadi prioritas,” imbuh dia.

Sebagai garda terdepan yang berperan mencerdaskan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, pemerintah harus memberi perhatian. Pernyataan ini terkait jaminan hidup dan kesejahteraan jangka panjang.

”Jangan sampai selesai kontrak di SK, kemudian tidak ada perpanjangan, maka ini jelas merugikan guru dan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru,” jelas Erma.

Kebijakan itu juga dinilai, sebagai upaya diskriminasi yang dilakukan pemerintah kepada guru. Dia berpandangan, sudah selayaknya pemerintah mengkaji lebih mendalam. ”Aturan itu sangat jelas kurang berpihak terhadap guru-guru kita, pemerintah tidak boleh memutuskan kebijakan sepihak,” tandasnya. (yun/r9)

 

 

Source: Lombok Post