counter hit make

Siswa Kurang 60 Orang, Sekolah Swasta Bakal Tidak Bisa Terima BOS

MATARAM – Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan baru tentang pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler. Sekolah swasta dengan jumlah siswa kurang dari 60 dalam tiga tahun terakhir, bakal tidak bisa lagi menerima alokasi dana BOS reguler. Ketentuan tersebut tertuang dalam Permendikbud 6/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler.

Ada sejumlah persyaratan bagi sekolah untuk mendapatkan dana BOS reguler. Di dalam Pasal 3 ayat 2 huruf d dijelaskan bahwa syarat sekolah mendapatkan dana BOS reguler adalah memiliki jumlah siswa paling sedikit 60 siswa selama tiga tahun terakhir. artinya. jika selama tiga tahun trakhir siswanya tidak memenuhi secara otomatis tidak diberikan BOS. namun ketentuan ini tidak berlaku di sekolah negeri ini khusus swasta.

Sejumlah organisasi mengeluarkan pernyataan sikap terkait Permendikbud No. 6 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Beberapa organisasi itu tergabung dalam Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang diwakili langsung oleh Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Dr. Sungkowo Mudjiamano,M.Si, LP Ma’arif PBNU Z. Arifin Junaidi, PB PGRI Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd; Tamansiswa Ki. Prof. Drs. H. Pardimin, M.Pd, Ph.D; dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) Romo Dr. Vinsensius Darmin Mbula OFM telah sepakat menentukan sikap menolak tentang Permendikbud nomor 6 tahun 2021.

Ketua PGRI NTB, M. Yusuf menilai kebijakan Kemendikbudristek melalui Permendikbud RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler bertolak belakang dengan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945, diskriminatif, dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.

“Ada-ada saja Kemendiknudristek ini. Kalau ini diberlakukan saya yakin akan kolep semua lembaga pendidikan yang bernaung di bawah yayasan swasta,” kata Ketua PGRI NTB M Yusuf kepada Radar Lombok, kemarin.

Dikatakannya, jika bicara amanat UUD di salah satu kalimat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Berdasarkan pada amanat konstitusi tersebut, maka menjadi tugas Pemerintah untuk memastikan setiap anak bangsa wajib mengikuti pendidikan selama 12 tahun. Selain itu, mewujudkan pendidikan yang berkualitas juga menjadi salah satu indikator ketercapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Pendidikan merupakan tulang punggung untuk mengukir masa depan bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kontribusi dan partisipasi berbagai pihak dalam mewujudkan cita-cita mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa senantiasa harus diupayakan secara optimal.

Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, Persyarikatan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Lembaga Pendidikan Katolik, Tamansiswa, PGRI, dan komponen lainnya telah berbakti kepada Ibu Pertiwi melalui pendidikan.Peran kontribusinya secara kontinyu terus dilakukan hingga saat ini. Keberadaan berbagai organisasi yang berkontribusi nyata dalam pendidikan tersebut sangat membantu Negara mewujudkan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Namun patut disayangkan, kebijakan Kemendikbudristek melalui Permendikbud RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler bertolak belakang dengan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945, diskriminatif, dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.

Sebagaimana Permendikbud tersebut terutama Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan “memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir”.

Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi negara. Oleh karena itu, kami yang selama ini telah banyak berkontribusi membantu Negara dalam pendidikan menyatakan sejumlah catatan kritis terhadap kebijakan tersebut sebagai berikut, diantaranya dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Berdasarkan butir 1 dan butir 2, kami Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan menyatakan: Menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler. Mendesak Mendikbudristek menghapus ketentuan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.

“Wajar semua serentak menolak kebijakan tersebut. Sebab ini akan berdampak luas terutama bagi sekolah swasta,” tandasnya. (adi)

 

The post Siswa Kurang 60 Orang, Sekolah Swasta Bakal Tidak Bisa Terima BOS appeared first on Portal Berita Harian Radar Lombok.