Pernyataan Sikap
G.20 BUKAN SOLUSI KRISIS, HANYA SAMPAH PEMBAWA PETAKA YANG AKAN MEMBAWA KRISIS PADA KEHANCURAN YANG SEMAKIN CEPAT
Oleh : Raden Deden Fajrullah
Sejarah Singkat G.20
Pada intinya adalah G7. Sebuah wadah berhimpunnya negeri-negeri kapitalis monopoli yang terdiri atas Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, Kanada, dan Jepang. Dengan latar belakang krisis ekonomi dunia yang pecah di Asia hingga Amerika Latin pada 1998, maka mulai 1999 dibentuk forum konsultasi moneter dan ekonomi antar pemerintah G.20, yang sejatinya adalah dikte dan legitimasi negeri-negeri imperialis (G7) atas 13 negara besar yang memiliki pengaruh besar dan sistemik bagi perekonomian dunia. G.20 pada awalnya melibatkan semua Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral yang seluruh anggotanya mewakili hampir 90% PDB dunia, 80% perdagangan dunia dan 2/3 populasi dunia.
AS dan G-7 memiliki pertimbangan sepihak dan tidak demokratis mengapa hanya 20 negara tergabung dalam G.20. Mengapa tidak negeri paling miskin atau semua negeri bekas koloni imperialis Barat? Semua dilandasi oleh motif kerakusan tentang super-profit secara ekonomi dan politik. Indonesia sendiri direkrut karena mewakili negeri terbesar di Asia Tenggara dan dunia Islam. Satu perwakilan yang diperlukan untuk melegitimasi kepentingan utama imperialis AS.
Lahirnya krisis keuangan dunia pada 1998 maupun tahun 2007-2010, tidak bisa dilepaskan dari ketimpangan dunia, kebijakan moneter, krisis keuangan yang pecah di AS dan kebijakan ekonomi AS sendiri. Kesalahan dan kerusakan ekonomi dunia akibat problem internal dan sistemik kapitalis monopoli AS, telah melahirkan krisis keuangan dunia yang sangat berat. AS bersama G-7 telah gagal namun tidak mau menanggung kesalahan besarnya sendiri. Mereka menimpakan beban krisisnya kepada negara-negara besar yang miskin dan terbelakang dengan kedok forum konsultasi G.20.
Pasca pecah krisis keuangan di AS pada 2007 karena skandal besar subprime mortgage (kredit macet sektor perumahan) yang berdampak luas bagi dunia, pada November 2008 di Washington D.C, Amerika Serikat mempelopori pembentukan G.20 sebagai forum Tingkat Tinggi (KTT) yang melibatkan kepala negara secara langsung selain para Menteri Keuangan, Gubernur Bank Sentral, dan dihadiri juga oleh IMF-WB.
G.20 Wadah Krisis dan Pembawa Malapetaka Dunia Bikinan AS
G.20 meneguhkan dominasi imperialis AS atas tatanan dunia di bawah kontrol 7 negeri kapitalis monopoli Barat. G-7 adalah pusat masalah dunia dan meluaskannya menjadi G.20 sebagai wadah reaksi krisis yang diciptakan oleh negeri-negeri imperialis pimpinan AS. Secara langsung mereka menyeret krisis ekonomi lebih luas dalam skala dunia karena menjadikan 13 negara lainnya sebagai bamper krisis yang telah dan akan mereka ciptakan. Agenda pembahasan dan pembuatan keputusan adalah dikte kepentingan imperialis AS bersama fraksi G-7.
Pertemuan KTT G.20 pertama di Washington D.C (2008) hingga di Toronto, Kanada (2010) pada waktu itu, mereka mengeluarkan dua kebijakan yang merugikan rakyat dunia sebagai respon atas krisis keuangan global ‘made in US imperialist’. Pertama, melakukan dikte kebijakan fiskal untuk mengurangi defisit APBN di tengah krisis keuangan global. Semua pemerintah G.20 harus memangkas biaya subsidi rakyat yang dampaknya rakyat harus membayar lebih mahal kebutuhan pokok maupun hak dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan listrik. Namun pada kenyataannya biaya subsidi rakyat sengaja dialihkan untuk biaya pembangunan infrastruktur yang porsi terbesarnya berasal dari dana utang luar negeri. Artinya, di bawah dikte kapital finans milik imperialis yang tak mau kapitalnya membusuk tanpa riba, mereka menindas bangsa-bangsa terbelakang untuk menerima dana kredit infrastruktur di tengah ekonomi dunia sedang jatuh bangkrut.
Kedua, melakukan kebijakan perampasan dana publik untuk mengatasi dampak sistemik krisis di internal lembaga keuangan dunia (perbankan) dengan kebijakan dana talangan (bail-out) bagi dunia perbankan yang bermasalah. Rakyat dunia marah dan berlawan karena negara melakukan perampasan dana dan hak publik hanya untuk menambal kerakusan lembaga kapitalis finans.
Ketiga, mengurangi segala bentuk hambatan perdagangan (proteksionisme) untuk memperlancar doktrin neoliberal dalam hal perluasan privatisasi dan liberalisasi perdagangan. Kebijakan ini ditujukan untuk menyelamatkan krisis di negeri imperialis dengan membuka makin lebar beroperasinya perusahaan-perusahaan besar mereka supaya makin unggul dalam monopoli pasar global yang ganas.
G.20 berkumpul artinya kehidupan rakyat makin menderita karena subsidi-subsidi sosial dipangkas, harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, biaya pajak naik, biaya pendidikan dan kesehatan naik, kerusakan lingkangan makin parah, di tengah kepastian kerja dan upah buruh kian merosot serta perampasan tanah makin meluas. Kerakusan perusahaan-perusahaan besar milik imperialis sungguh telah menjadi teroris kehidupan rakyat dunia yang sesungguhnya.
Selama masa pandemi maupun pasca pandemi Covid-19, di tengah kehidupan ekonomi rakyat belum pulih, namun dunia imperialis sudah mendapatkan untung besar dari industri farmasi dan kesehatan, teknologi komunikasi, industri keuangan, hingga industri tambang (energi). Pasca pandemi ketika hampir semua orang telah dipaksa terhubung dengan dunia digital, sistem otomatisasi yang bergerak cepat, dan dunia perbankan, memberi keuntungan besar pada industri teknologi dan institusi perbankan berkedok inklusi keuangan.
Pertemuan KTT G.20 pada November 2022 akan diselenggarakan di Bali dibawah presidensi Jokowi. Penyelenggaraan kali ini dilangsungkan di tengah situasi dunia sedang dilanda resesi-stagflasi global seiring makin parahnya krisis energi, krisis pangan dan melonjaknya krisis utang global akibat dikte kebijakan moneter dan ekonomi AS. Pertarungan di antara negeri imperialis semakin sengit, Perang proxy imperialis AS di Ukraina melawan Rusia terus berlangsung, seiring tensi ketegangan militer makin tinggi di Indo-pasifik melalui provokasi dan intimidasi yang dilakukan oleh AS-sekutunya. Tidak kalah sengit adalah persaingan perebutan pasar kapital dan barang dunia di antara kekuatan imperialis seperti Tiongkok dan Rusia.
Di tengah situasi demikian, kekuatan imperialis utama pimpinan AS bersama fraksi G-7, pasti akan memaksakan kepentingan mereka di atas segalanya, termasuk mengisolasi kepentingan Rusia dan China. Slogan palsu KTT G.20 yang mereka ciptakan ‘recover together, stronger together’ telah menjadi sampah basi karena membusuk sebelum acara tersebut berlangsung. Dunia persaingan dan dominasi bagi kepentingan kapitalis monopoli adalah jiwa tunggal dari G.20.
KTT G.20 kali ini memprioritaskan tiga isu utama, yakni rancangan kesehatan global, transisi energi terbarukan, dan transformasi digital. Namun apakah prestasi G.20 dalam menangani ketiga isu tersebut?
Bercermin pada krisis kesehatan global selama pandemi covid-19, Imperialis AS tidak memiliki dasar moral keadilan pada dunia ketika menjadi pihak yang paling menjunjung tinggi profit di atas masalah kesehatan rakyat dunia. Demikian halnya dengan masalah krisis energi yang sedang melanda rakyat di dunia, khususnya di benua Eropa, memundurkan semua usaha untuk memperbaiki kerusakan alam yang telah membawa dampak pemanasan global dan krisis pangan dunia. Dan lagi-lagi, Imperialis AS sebagai pihak monopoli No.1 dunia sektor energi dunia, menjadi pihak yang paling diuntungkan dengan situasi krisis energi sekarang. Sedangkan isu transformasi digital tidak kalah menindas dan menghisap seluruh rakyat dunia, karena memaksa semua orang terhubung dengan industri teknologi digital, internet, perbankan, dan beroperasinya kapital besar ke seluruh pelosok negeri hingga perdesaan demi memperluas dan memperdalam peribaan dan kemerosotan hidup rakyat makin cepat dan dalam. .
Atas dasar uraian di atas, maka KTT G.20 sejak kelahirannya hingga rencana penyelenggaraan KTT G.20 di Bali adalah agenda busuk, jahat dan harus ditolak oleh seluruh rakyat Indonesia dan dunia. G.20 bukan solusi karena mereka akar masalah dan pembawa malapetaka terhadap rakyat dunia.
Sikap dan Tindakan Rakyat Indonesia
Sebagai bentuk penolakan dan perlawanan atas rencana agenda KTT G.20 di Bali, maka rakyat Indonesia dan dunia musti bersatu kembali pada kepentingan sejati rakyat dengan melakukan forum tandingan dalam bentuk Musyawarah Rakyat Indonesia (Indonesia People’s Assembly) dan bersatu dengan rakyat dunia. Forum Musyawarah Rakyat Indonesia merupakan forum demokratis rakyat yang mewakili kepentingan klas-klas dan sektor-sektor tertindas terhisap untuk menghasilkan berbagai resolusi-resolusi atas problem yang akarnya diciptakan oleh tatanan dunia di bawah dominasi imperialis AS.
(*)
Raden Deden Fajrullah adalah Koordinator Indonesia People’s Assembly (IPA)
Narahubung: 081213730919