Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena dianggap sebagai salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Perkawinan anak tidak hanya berdampak pada hak-hak anak yang terampas, tetapi juga berkontribusi pada tingginya kasus KDRT di wilayah tersebut. Kondisi ini menuntut perhatian dan tindakan lebih lanjut dari berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Pemerintah daerah dan lembaga terkait diharapkan dapat meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai risiko dan dampak negatif dari perkawinan anak. Upaya ini penting untuk melindungi hak-hak anak dan mengurangi angka kekerasan dalam rumah tangga di NTB.
