Walikota yang tepat itu adalah Walikota yang “diwisuda” oleh warganya. Oleh karena itu sudah seharusnya warga diberikan kesempatan seluas-luasnya menguji kualitas dan kapabilitas calon pemimpin yang akan berlaga dalam kontestasi pemilihan calon Walikota.
Secara umum ada 6 (enam) faktor penting dalam memilih seorang pemimpin: intellectual capacity, self-significance, vitality, training, experience, and reputation. Keenam faktor tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan persepsi seseorang terhadap masalah sosial yang dihadapi; kemampuan untuk merumuskan secara jelas buah pikiran dari abstraksi ke tataran aksi, dan stabilitas emosional seorang pemimpin.
Kapasitas intelektual memperlihatkan seberapa besar daya analisis seseorang. Semakin tinggi kapasitasnya akan membuatnya merasa semakin yakin akan dirinya, dalam hal ini meningkatkan kepercayaan dirinya bahwa ia adalah seorang yang “penting”.
Ketajaman analisis sepenuhnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya atau tingginya pendidikan formal yang ditempuh bahkan bukan dikarenakan sederet gelar yang dimiliki. Ketajaman analisa bisa didapat melalui latihan-latihan yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Artinya indikator latihan-latihan menjadi suatu bagian dalam mengasah ketajaman analisa seseorang.
Selanjutnya ketajaman daya analisa itu lebih banyak ditentukan oleh kemauan seseorang untuk terlibat aktif dalam kehidupan sosial, mau untuk bertukar pikiran tanpa harus tersinggung dengan orang lain jika ada perbedaan pendapat. Di sinilah dapat dinilai bagaimana faktor kestabilan emosi dan vitalitas seseorang yang sangat menentukan. Seseorang yang mudah “meledak” jelas menunjukkan emosi yang tak stabil. Apakah kita menginginkan dipimpin yang seperti ini?
Demikian halnya jika orang yang sakit-sakitan, tentu mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan masyarakat. Bagaimana dia mampu mengurus kepentingan warga, sedangkan mengurus dirinya sendiri saja tidak bisa!
Secara ideal semestinya seorang pemimpin memiliki kapasitas “Leader and Leadership” yang baik. Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam bekerja sama, dan bertindak sesuai dengan kehendak bersama, merupakan kunci dari sifat kepemimpinan. Karena itu, seorang pemimpin tidak sepenuhnya dapat dibentuk dari bangku kuliah. Dia harus diuji dan teruji dalam kehidupan masyarakat yang complicated, menghadapi persoalan-persoalan riil. Hanya dengan inilah masyarakat dapat menilai kualitas pribadi dan intelektualitas seseorang yang ingin memimpin.
Jauh dari beberapa konsep di atas, Islam telah menggambarkan sosok pemimpin yang ideal yang seharusnya menjadi rujukan bagi masyarakat untuk secara cerdas memilih calon pemimpinnya. Islam menawarkan nilai-nilai yang begitu agung dalam hal kepemimpinan di mana hal tersebut tercermin dalam empat (4) sifat wajib Rasululullah Muhammad SAW.
Empat sifat tersebut adalah, Shiddiq (benar), Amanah (dipercaya), Tabligh (menyampaikan yang benar) dan Fathonah (cerdas). Keempatnya sangat tepat jika dijadikan landasan dalam memilih pemimpin karena keempat sifat tersebut merupakan gambaran ideal dari seorang pemimpin. Jika diibaratkan dengan sebuah produk, ini merupakan “paket komplit” dari seorang pemimpin.
Melihat fenomena yang terjadi saat ini, masyarakat Kota Mataram dalam batas-batas tertentu bisa dikatakan sedang mengalami “kegalauan” dalam memilih calon yang ada, dikarenakan penilaian sebagian masyarakat pada Walikota saat ini. Di mana beliau dianggap sebagai sosok umara dan ulama yang oleh sementara kalangan warga Kota.
Hal tersebut tentunya sudah diamati oleh setiap calon Walikota yang akan berkontestasi untuk bisa mengatasi kegalauan itu dengan strategi-strategi yang tentunya menjadi pelipur lara bagi warga.
Semoga ke depannya Mataram menjadi Kota yang lebih baik lagi dari segala aspek. Apa yang telah diperbuat oleh pemimpin sebelumnya, akan dilanjutkan lebih baik lagi dalam rangka development sustainability yakni menjalankan amanah kepemimpinan kota ini yang berujung pada terwujudnya kehidupan warga kota yang makmur dan bahagia.
Oleh: Aldo el-Haz Kaffa
Presiden PIB & Pendiri Forum ILF