counter hit make

Kerja Keras Buruh Petik di Balik Harum Tembakau Lombok

Saat musim panen tembakau tiba, kebutuhan akan jasa buruh petik naik ke tingkat pertama. Di ladang-ladang tembakau mereka bekerja. Bergelut dengan getah dan menahan terik panas matahari.

 

Fatih Kudus Jaelani, Lombok Timur

 

Mereka tiba di ladang sekitar pukul 11 siang. Saat itu, embun pagi di atas daun-daun tembakau rajangan telah mengering. Terik panas matahari terasa menyengat. Masing-masing dari mereka terlihat membawa puluhan karung kosong. Di dalam tasnya, ada air minum, dan bekal makan siang. Tak ada cemilan.

Tembakau rajang memang tak boleh dipetik di pagi hari. Itulah mengapa, Rizki Efendi, 35 tahun, warga Desa Tebaban Barat, Kecamatan Suralaga, tak bisa seperti saat panen padi. Bisa bermalam dan mulai kapan saja.

“Kalau dipetik saat masih berembun, daunnya bisa rusak,” kata Rizki di ladang tembakau rajangan yang ada di Kelurahan Rakam, Kecamatan Selong.

Siang itu, Rizki datang bersama lima buruh petik lainnya. Mereka berasal dari satu kampung. Satu bos atau pemborong ladang tembakau rajangan. Bos pemborong membeli per ladang, atau bisa juga hasil timbangan.

Rizki tak mau terlalu mendalami mekanisme tersebut. Karena yang jelas, dia akan datang memetik daun tembakau di ladang manapun yang diminta bos pemborong.

Hari itu merupakan hari pertama diminta bekerja. Kata Rizki, jika sudah mulai, biasanya jadwal memetik di hari-hari berikutnya sudah menunggu. Bisa setiap hari. Di satu wilayah saja, bisa sampai puluhan ladang.

“Kalau di Lombok Timur ini sudah ke semua kecamatan. Sampai di Sambelia sana,” katanya.

Dalam sehari, satu orang buruh bisa memetik daun sebanyak 4 kuintal. Per kuintal, mereka mendapat upah Rp 40 ribu. 100 kilogram bagi Rizki bukan hal yang sulit. Karena ia sudah terbiasa memetik daun bahan baku rokok tersebut. Saat menjawab pertanyaan penulis koran ini saja, tangannya dengan lincah bekerja. Secepat mulutnya saat berbicara. “Saya jadi buruh dari masih SD,” jelasnya.

Di sampingnya, Herman juga terlihat sudah mengumpulkan banyak hasil petikan. Kata dia, satu kali petik sebelum ditaruh, mereka bisa mendapatkan sampai 5 kilogram. Upah sendiri tak langsung diambil hari itu. Namun dirapel satu atau dua pekan sekali. “Satu minggu bisa dapat Rp 800 ribu. Kadang lebih,” kata Herman.

Dengan harga itu, jika rutin dapat kerjaan memetik setiap hari, satu buruh petik bisa mengantongi Rp 3,2 juta satu bulan. “Alhamdulillah. Ada untuk biaya hidup sehari-hari dan sekolah anak-anak,” ucap Rizki penuh syukur. (*/r5)

Source: Lombok Post