counter hit make

Kadin NTB Tolak Kenaikan PPN 11 Persen


MATARAM – Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari sebesar 10 persen menjadi 11 persen. Tarif baru PPN ini mulai berlaku pada April 2022 mendatang. Hanya saja, kebijakan tersebut dinilai bakal menjadi beban pengusaha, karena kondisi pelaku usaha masih terpuruk.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi NTB Bidang Investasi, Lalu Risvie menilai, kebijakan kenaikan PPN tersebut perlu dipertimbangkan lagi, karena melihat ekonomi masih belum bergerak stabil. Di saat pengusaha sudah melakukan efisiensi ada tambahan biaya lagi untuk PPN. Apakah pengusaha mampu untuk memenuhi kewajibannya terkait besaran PPN tersebut. Kaitannya dengan harga jual, terlebih disaat pandemi ini daya beli masyarakat anjlok.

“Walaupun kontribusi dari kompenan biaya pajak ini tidak besar, tapi dampaknya yang harus diperhatikan, mampu tidak. Kan dampak ikutannya ke semua sektor,” kata Lalu Risvie, Ahad (10/10).

Saat ini saja, lanjut Risvie, hasil olahan sudah kena PPN, seperti bahan bakunya itu semua sudah dikenakan. Jika ada kenaikan di tengah kondisi seperti ini, maka pengusaha tentunya akan menambah biaya produksi mereka. Karena barang yang dijual sudah dikenakan PPN, maka nantinya harga jual ke konsumen pastinya juga akan dinaikkan. Sebaiknya dalam situasi seperti ini pemerintah jangan buru-buru melakukan kebijakan tersebut yang berdampak terhadap masyarakat luas.

“Kalau ekonomi stabil di atas 5 persen mau naikkan 1 persen itu tidak masalah. Mau jadi 12 persen atau 12,5 persen atau 15 persen tidak masalah. Kalau ekonominya positif diatas 5 persen atau 7 persen tidak akan berasa berat,” ungkapnya.

Menurutnya, ekonomi saat ini tengah turun belum lagi terjadinya deflasi. Sekarang bagaimana bisa mendorong daya beli masyarakat. Pasalnya jika mau produksi banyak pun tidak bisa, karena yang membeli tidak ada. Pengusaha bisa bertahan itu semua tergantung dari daya beli masyarakat

“Apapun kita buat kalau tidak bisa dibeli sama saja. Sekarang itu kita dorong daya beli,” ujarnya.

Untuk diketahui, tarif baru ini tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Saat ini, draf tersebut sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR.

Adanya kebijakan tersebut memang tidak memperburuk pengusaha , hanya saja ada perhitungan ulang dari komponen yang sudah diperhitungkan. Jadi biaya-biaya ditekan yang bisa di minimumkan. Bahkan bisa menimbulkan terjadinya Pemutus Hubungan Kerja (PHK), di mana orang-orang sudah tidak ada uang dan disitu daya beli masyarakat hilang.

“Sekiranya biaya ditekan, tapi tidak mengurangi kualitas tidak masalah. Tapi kalau mengurangi kualitas, resiko juga tidak ada terbeli,” tutupnya. (dev)

The post Kadin NTB Tolak Kenaikan PPN 11 Persen appeared first on Portal Berita Harian Radar Lombok.