counter hit make

Hasto Sebut Hubungan PDIP-PAN Lebih Mesra Tanpa Amien Rais

JAKARTA–Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya memiliki sejumlah kecocokan dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Sehingga membuka peluang untuk bekerja sama pada agenda-agenda politik ke depannya.

“PDIP sama PAN sangat cocok untuk membangun kerja sama, terlebih setelah saya mendapat bisikan dari teman-teman PAN sejak Pak Amien Rais tidak ada di PAN,” ujar Hasto, dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (28/5).

Menurut Hasto, dengan tidak adanya Amien Rais ini maka semakin mempermudah bagi PDIP membangun kerja sama dengan partai yang dikepalai Zulkifli Hasan ini.

“Itu makin mudah lagi untuk membangun kerja sama politik, dan saya tahu Pak Zulkifli beliau adalah sosok yang berkomitmen dengan bangsa dan negara,” katanya.

Selain itu, Hasto juga mengatakan, PDIP membuka peluang kerja sama politik dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pasalnya dua partai tersebut memiliki kesamaan secara sejarah.

Menurut Hasto, kerja sama dengan PPP saat Hamzah Haz pada 2001 silam menjadi Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri. Karena itu dengan PPP, partainya juga mudah untuk berkoalisi.

“Jadi bukan hanya dia tetangga dekat dengan kami, tapi sejarah, kami punya perasaan senasib zaman Orde Baru itu membuat kita bertemu, terbukti ketika Bu Mega dijodohkan oleh MPR dengan Pak Hamzah Haz bisa bersahabat dengan baik,” ujarnya.

Hasto juga menjelaskan, kecocokan dengan PKB. Pada saat peringatan Harlah Nahdlatul Ulama (NU) banyak kepala daerah dari PDIP yang merupakan orang NU.

“Kami kaget ternyata jumlah kepala daerah di PDIP yang berafiliasi dengan NU itu total kepala daerah dan wakil kepala daerah ada 101, sehingga itu juga kalau PKB sama PDIP itu hanya beda tapi basis massa itu sama-sama NU,” pungkasnya.

Sempat Mau Dukung Jokowi

Sementara itu Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Suparno mengungkapkan partainya nyaris bergabung dengan koalisi Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 lalu. Meskipun akhirnya, PAN lebih memilih mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan berkoalisi dengan PKS, Gerindra dan Demokrat.

“Kejadiannya dua hari sebelum PAN mengumumkan pencapresan Prabowo-Sandi sebelum Pilpres. Saya bicara dengan Mas Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP-Red), Mas kita Insyaallah akan bergabung dengan koalisi Jokowi,” ujar Eddy dalam diskusi secara daring, Jumat (28/5).

Namun demikian, rencana PAN tersebut tidak terwujud karena adanya Amien Rais. Kala itu Amien Rais tidak menginginkan PAN mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Oleh sebab itu, PAN akhirnya memutuskan untuk berkoalisi dengan Gerindra, PKS dan Demokrat untuk mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

“Tetapi karena waktu itu kita diveto dan kemudian kita gabung dengan Prabowo-Sandi,” ujarnya.

Waktu itu, lanjut Edy, meskipun Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan punya kemampuan menentukan arah partai, namun tetap saja harus mendengarkan tokoh sentral PAN (Amien Rais-Red).

“Tokoh sentral kita, tokoh senior kita pada saat itu apa pandangan beliau dan kita betul-betul memang pandangannya berbeda dengan pandangan-pengurus yang lain,” katanya.

Eddy mengatakan, padahal sebelum memutuskan untuk mendukung Prabowo-Sandi, dirinya selalu mengatakan kepada kader PAN bahwa partainya tersebut tidak punya sejarah menjadi oposisi.

“Saya sampaikan dalam pertemuan itu bahwa PAN tidak memiliki DNA oposisi dan saya terus terang dihujat banyak di kalangan internal kita. Kok sekjen sangat berani mengatakan PAN tidak punya DNA oposisi, memang demikian adanya menurut saya,” pungkasnya.(JPG/r2)

 

Source: Lombok Post