Berita Mataram – Setelah menerima sertifikat tanah seluas 14.800 Ha hutan sosial untuk 10.270 Kepala Keluarga (KK) dan sertifikat redistribusi tanah seluas 127 Ha untuk 873 KK di NTB, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, M.Sc., berpesan kepada masyarakat pengelola kawasan hutan agar pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan dengan bijak serta dijaga kelestariannya.
“Jangan sampai hutan itu kita jaga seakan-akan tidak bisa diapa-apakan, hutan bisa digunakan, dimaksimalkan tapi tetap dijaga kelestariannya,” pesan Gubernur setelah mengikuti kegiatan penyerahan Surat Keputusan (SK) Hutan Sosial, Hutan Adat dan SK Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dari Presiden RI, Joko Widodo, secara virtual di Graha Bhakti Praja, Kamis (07/01/2021).
Dalam kegiatan tersebut, Presiden Joko Widodo menyerahkan sertifikat tanah seluas 14.800 Ha hutan sosial untuk 10.270 Kepala Keluarga (KK) dan sertifikat redistribusi tanah seluas 127 Ha untuk 873 KK di Nusa Tenggara Barat. Legalitas surat tanah tersebut, berupa surat keputusan (SK) diberikan kepada masyarakat pengelola kawasan hutan dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan hutan.
“Ini terkait dengan kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan penyelesaian konflik agraria”, ujar Joko Widodo.
NTB sendiri dalam hal program sertifikasi lahan hutan sosial terdapat diempat kabupaten, yakni Lombok Barat, Sumbawa, Bima dan Dompu. Penerima sertifikat pengelolaan adalah mereka yang bermitra dengan pemerintah melalui KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) dengan hak dan kewajiban yang telah diatur dalam pengelolaannya.
Target Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB adalah mengalokasikan 400 ribu hektar hutan sosial dari sekitar 1,7 juta Ha hutan yang dimiliki NTB. Adapun redistribusi lahan melalui SK TORA adalah lahan yang pemanfaatannya tidak sesuai peruntukannya sebelum diterbitkannya SK dilakukan pelepasan lahan untuk disertifikat sesuai peruntukannya. Misalnya izin pembukaan lahan hutan untuk transmigrasi maupun pembangunan fasilitas pemerintah seperti sekolah dan puskesmas.
“Dari target 400 ribu bersertifikat itu baru 48 ribu yang terdata. Realnya, lahan lahan itu sudah dikelola tapi yang legalitasnya ada baru 48 ribu”, jelas Kepala Dinas LHK, Madani Mukarom.
Kendala ini menyebabkan sertifikasi lahan untuk pengelolaan hutan yang lebih produktif dan ramah lingkungan tak bisa diselesaikan dalam waktu dua atau tiga tahun karena belum banyak masyarakat yang saat ini mengelola kawasan hutan belum maksimal karena hanya mengandalkan hasil hutan.
“Apalagi dari sisi pelestarian, banyak juga masyarakat yang hanya mengambil. Dua konsep yang dipadukan ini yaitu melestarikan sekaligus memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar belum dipahami mereka yang menolak sertifikasi lahan”, ujar Madani.
Kegiatan ini juga dirangkaian dengan pemberian Penyerahan Sertifikat Kalpataru, kepada Saudara Idris Sahidu, Warga Desa Maluk Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat sebagai ‘Perintis Lingkungan’ atas kiprahnya menyelamatkan banyak sumber mata air yang terancam rusak di kawasan hutan Gunung Pemanto Datu KSB.
Selain itu, Penyematan Selendang sebagai Duta Lingkungan Hidup Indonesia Perwakilan Provinsi NTB Tahun 2020, kepada Baiq Yolanda Apriliana, dan Agustina Rahma. Penyerahan Trophy dan Sertifikat Program Kampung Iklim Kategori Utama, kepada Ketua Kelompok Iklim Joben Lestari Dusun Joben, Desa Pesanggrahan, Kec. Montong Gading Kab. Lombok Timur atas keterlibatannya dalam penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi GRK dan Ketua Kelompok Iklim Rindang Asri Dusun Dasan Agung Kebun Indah Desa Tanah Beak Kec. Batukliang Utara Kab. Lombok Tengah.