Wartamataram.com, Mataram – Terdapat ragam cara yang dilakukan setiap orang dalam menyembuhkan kesurupan. Namun Yuga Anggana – Dosen Seni UIN Mataram – mengkaji sebuah ritual adat masyarakat dalam menangani orang yang kesurupan di Telaga Waru, Pringgabaya, Lombok Timur.
Ritual itu disebut Ritual Kebangru’an. Hasil kajian Yuga kemudian ditulis dalam bentuk draf buku yang kemudian dibedah pada gelaran Focus Group Discussion (FGD) Kajian Kearifan Lokal Dalam Ritual Kebangru’an, yang bertempat di Jayakarta Hotel 14-16 Januari 2023. Dalam pemaparannya, Yuga menyebutkan bahwa Ritual Kebangru’an adalah sebuah metode alternatif penyembuhan kesurupan yang dilakukan masyarakat Pringgabaya yang sudah dilakukan secara turun temurun.
“Ritual adat menjadi bentuk representasi dari pengetahuan tradisional masyarakat. Ritual Kebangru’an yang masih menjadi tradisi di Pringgabaya adalah salah satunya, dan saya meyakini dari pengetahuan tradisional masyarakat mengenai Ritual Kebangru’an terdapat konsep, makna, nilai serta kearifan-kearifan yang masih relevan dan kompatibel di masa kini yang menjadi alasan masyarakat mempertahankan ritual tersebut,” ujar Yuga.
FGD Kajian Kearifan Lokal Dalam Ritual Kebangru’an dihadiri oleh sekitar 20 peserta diskusi yang terdiri dari kalangan seniman, budayawan, akademisi hingga jurnalis budaya. Setiap peserta berdiskusi, membedah draf buku, lalu menyumbangkan masukan dan saran untuk penyempurnaan buku yang ditulis Yuga.
“Dalam diskusi ini banyak hal yang bisa digali. Salah satunya ialah terkait keberadaan Tradisi Ritual Kebangru’an itu sendiri yang masih hidup dan lestari, dan bagaimana masyarakat merawatnya,” tulis Sasih Gunalan, seorang akademisi yang menjadi salah satu peserta dalam kegiatan FGD – dilansir dari status facebooknya (15 januari 2023, pukul 20.49 Wita).
Selain membahas tentang kearifan lokal dalam Ritual Kebangru’an, kegiatan FGD menjadi media sosialisasi Program Dana Indonesiana, dimana Yuga Anggana menjadi penerima manfaat dari program tersebut. Dengan mensosialisasikan program Dana Indonesiana, Yuga berharap ke depan penerima manfaat Dana Indonesiana bisa diraih oleh banyak penggiat budaya dari Nusa Tenggara Barat.
“Ekspresi budaya di NTB kan sangat kaya dan begitu potensial untuk dikaji dan dikembangkan. Pelaku seni dan budaya di provinsi kita ini juga tak kalah dari daerah lain. Maka, Dana Indonesiana sebagai salah satu fasilitas pendanaan dari Kemendikbud dan Kemenkeu, adalah salah satu fasilitas yang sangat cocok untuk mendorong pemajuan kebudayaan di setiap daerah seperti NTB,” sambung Yuga
Seluruh rangkaian acara FGD berjalan dengan lancar, dan terisi penuh oleh masukan, pendapat, padangan, saran yang konstruktif dari para peserta. Hanya saja Yuga merasakan adanya kekurangan karena ketidakhadiran pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai instansi pemerintahan yang terkait erat dengan kebudayaan.
“Diseminasi program Dana Indonesiana ini kan sebenarnya menjadi tugas dari pemerintah daerah juga, karena menjadi bagian dari implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Namun sayang, kesibukan dari teman-teman DIKBUD NTB yang padat, menjadikan mereka tidak dapat menghadiri acara ini. Padahal pihak Kementerian saja hadir dari hari pertama hingga terakhir mendampingi kami dalam diskusi budaya ini,” sesal Yuga.
Meski FGD telah diakhiri dengan sesi pembacaan konklusi hasil bedah draf buku oleh notulen, para peserta berlama-lama bertahan di lokasi acara dan dengan antusias terus berbincang mengenai topik-topik kebudayaan. (*)