Salah satu ciri-ciri balighnya seorang anak laki-laki ialah ditandai dengan adanya peristiwa mimpi basah. Dalam ilmu kesehatan, istilah mimpi basah disebut sebagai emisi nokturnal. Peristiwa alami ini yang disebut sebagai pertanda baligh bagi seorang anak laki-laki, terjadi mekanisme mimpi berhubungan dengan lawan jenis yang tidak dikenal, lalu mengeluarkan sperma atau cairan seperti sperma.
Dengan adanya mimpi basah maka seorang anak laki-laki sudah dikatakan baligh dan diwajibkan menjalankan ibadah wajib seperti shalat lima waktu dan berpuasa. Sebagai seorang muslim kita harus mengetahui apa saja syarat diterimanya sebuah ibadah.
Jika pada bulan selain bulan ramadhan hukum mimpi basah sama dengan hukum berjima’ (berhubungan suami istri) yakni diwajibkan mandi besar (wajib) untuk dapat melaksanakan shalat lima waktu. Lalu bagaimana jika seseorang mimpi basah di bulan ramadhan? Apakah sama seperti hukum jima’ di bulan ramadhan?
Hukum mimpi basah menurut sebagian ulama dibagi menjadi dua yaitu:
Keluar Mani Tanpa Sengaja
Jika seseorang sedang tidur siang pada bulan ramadhan kemudian ketika terbangun Ia mendapati bahwa dia baru saja mimpi basah maka hukumnya tidak sampai membatalkan puasa. Hal ini didasarkan pada orang yang tidur tidak mampu mengendalikan mimpinya. Demikian pula, syahwat yang memuncak pada saat tidur hingga mimpi basah dan keluar mani, hal itu terjadi diluar kemampuannya untuk mengendalikan seperti halnya seseorang yang masuk sesuatu ke mulutnya pada saat tertidur.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Pena catatan amal itu diangkat (tidak dicatat amalnya, pen.), untuk tiga orang: orang gila sampai dia sadar, orang yang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sampai dia balig.” (HR. Nasa’i 3432, Abu Daud 4398, Turmudzi 1423, dan disahihkan Syuaib al-Arnauth)
Imam Abu Zakariyya An-Nawawi rahimahullah dalam Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab [6/227] cetakan Daar ‘Alamil Kutub menyatakan pendapatnya tentang hal ini,
“Jika seseorang ihtilam (mimpi basah hingga keluar mani) maka tidaklah membatalkan puasanya berdasarkan ijma’ para ulama. Yang demikian itu dikarenakan seseorang tersebut dikuasai oleh sesuatu yang dia tidak mampu untuk dipilih dan dikendalikanya, seperti seseorang yang kemasukan lalat yang terbang pada mulutnya tanpa adanya kemampuan untuk menolaknya. Inilah yang menjadi sandaran dalil dalam masalah ini.”
Seorang ulama yang bernama Syeikh Ibn Baaz berpendapat didalam Majmu’ al Fatawa (15/276) ketika ditanya tentang seseorang yang tidur di siang hari Ramadhan lalu dia bermimpi dan keluar mani darinya maka apakah Ia harus mengqadha puasanya hari itu?
Syeikh Ibn Baaz menjawab,”tidak ada qadha puasa baginya karena mimpi itu diluar kehendaknya akan tetapi diharuskan baginya mandi wajib (junub) jika dia mendapati adanya mani.”
Ulama lainnya yakni Syeikh Ibnu Utsaimin juga berpendapat didalam Fatawa ash Shiyam hal. 284 mengatakan tentang apa hukum orang yang bermimpi basah di siang hari di bulan Ramadhan?
Beliau menjawab, “Puasanya sah. Sesungguhnya bermimpi tidaklah membatalkan puasa karena ia diluar kehendaknya. Telah terangkat pena darinya pada saat ia tidur.”
Ulama Al Lajnah ad Daimah (10/274) menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang bermimpi basah sementara dia dalam keadaan berpuasa atau ihram haji atau umrah maka tidaklah berdosa, tidak pula kafarat (keharusan membayar denda) dan tidaklah mempengaruhi puasa, haji dan umrahnya namun diwajibkan baginya mandi junub jika keluar mani.” (Fatawa al Islam Sual wa Jawab No. 38623)
Dari hadits dan pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa hukum mimpi basah di bulan ramadhan tidaklah membatalkan ibadah puasa, tetapi harus segera mandi wajib jika mendapati adanya cairan mani yang keluar.
Mengeluarkan Mani Secara Sengaja Atau Dipaksakan
Jika mani yang keluarkan bukan karena mimpi atau keadaan yang tidak disengaja seperti onani atau bercumbu hingga keluar mani maka puasa orang tersebut batal. Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin berpendapat mengenai hal ini yaitu,
“Termasuk pembatal puasa adalah mengeluarkan mani dengan syahwat (dengan cara disengaja agar mani keluar). Yang demikian itu menyebabkan puasanya batal.” Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Qudsi, Allah berfirman,
“Yad’u tha’aa mahu wasyaraa bagu wa syahwatahu min ajli”
Artinya: “Orang yang berpuasa itu meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena diri-Ku.” (H.R. Bukhari dan Abu Daud). (Liqa’at Bab Al-Maftuh, volume 50, hlm. 10)
Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni berkata,
Artinya : “Jika seseorang mengeluarkan mani secara sengaja dengan tangannya, maka ia telah melakukan suatu yang haram. Puasanya tidaklah batal kecuali jika mani itu keluar. Jika mani keluar, maka batallah puasanya. Karena perbuatan ini termasuk dalam makna qublah yang timbul dari syahwat.”
Ulama Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berpendapat bahwa, Jika seseorang memaksa keluarnya mani dengan cara apa pun, baik dengan tangan, menggosok-gosok ke tanah atau dengan cara lainnya yang membangkitkan syahwat, hingga keluar mani, maka puasanya itu batal. Demikian pendapat para ulama dari ke empat mazhab (Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad.)
Sementara itu, ada perbedaan pendapat dari ulama Zhahiriyah yang memberikan pendapat berbeda yang menyatakan bahwa onani tidak membatalkan puasa meski sampai keluarnya mani. Alasannya adalah karena tidak adanya dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menyatakan bahwa onani itu membatalkan puasa. Dan tidak mungkin kita menyatakan suatu ibadah itu batal kecuali dengan dalil dari Allah dan Rasul-Nya.
Sebenarnya menyikapi pendapat ulama Zhohiriah di atas , sudah ada dalil qiyas (analogi), yaitu dalam hadits telah disebutkan mengenai batalnya puasa karena muntah yang dilakukan secara sengaja, bekam dengan mengeluarkan darah. Keduanya dapat melemahkan badan. Sedangkan makanan yang keluar (dari muntah), itu sudah jelas membuat badan lemah karena perut menjadi kosong sehingga menjadi cepat lapar dan kehausan. Dengan keluarnya darah (lewat bekam), itu juga sangat jelas dapat melemahkan badan. Demikian pula halnya kita mengeluarkan mani secara paksa sehingga menyebabkan lemahnya badan. Oleh karenanya, ketika keluar mani diperintahkan untuk mandi agar kembali menfitkan badan. Inilah bentuk qiyas dengan bekam dan muntah.
Oleh karenanya, sesuai dengan pendapat imam dari 4 mazhab yang mengatakan bahwa keluarnya mani dengan syahwat membatalkan puasa karena alasan dari dalil maupun qiyas. (Demikian pernyataan beliau yang diringkas dalam Syarhul Mumthi’)
Berdasarkan pendapat ulama diatas dapat disimpulkan intinya yaitu mengeluarkan mani secara paksa menyebabkan puasa batal dan wajib mengqodho’ (mengganti), tanpa membayar atau melakukan kafarat (denda).
Semoga pembahasan singkat ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat agar kita dapat menjalankan ibadah puasa secara benar menurut islam. Tiada manusia yang sempurna tanpa khilaf dan dosa. Semoga kita senantiasa mendapat hidayah untuk meninggalkan yang haram dan mendapatkan berkah ramadhan. Maksimalkan ibadah dibulan yang penuh dengan pahala ini. Wallahu’alam bi sawwab.