kicknews.today – Dua Rancangan Peraturan Daerah yakni Raperda tentang perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Lombok Timur tahun 2018-2023, dan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2020. Hal ini dibahas dalam rapat Paripurna XI masa sidang III tahun 2021 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur dan memasuki tahap tanggapan dari berbagai fraksi, Selasa (8/6).
Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur Murnan mengatakan, dalam rapat mendengerkan tanggapan dari berbagai fraksi diantara muncul alih status Puskesmas di Masbagik, Kecamatan Masbagik, Lotim menjadi rumah sakit tipe D.
“Rumah sakit tipe D ini khsus permintaan masyarakat di wilayah barat, utara dan selatan kan sudah ada,” kata Murnan.
Permintaan ini, kata dia, akibat dari naiknya tipe rumah sakit umum daerah Raden Soedjono Selong menjadi B. Agar ketika ada pasien dirujuk tidak langsung ke Labuan Haji dengan alasan cukup jauh.
Selain itu agar setiap zona memiliki perwakilan masing-masing. Di wilayah itu juga terdapat lahan yang cukup membangun rumah sakit itu.
Sisi lain, fraksi juga menyoroti birokrasi yang saat ini berjalan. Adanya rotasi yang sifatnya promosi atau pun pembagian tugas di tubuh organisasi perangkat daerah (OPD), sejatinya dapat memperbaiki kinerja. Namun dalam laporan akuntabilitas Lotim tahun 2020 masih mendudukki peringkat C. Padahal target itu bisa berada di posisi B. Peringkat ini pada persoalan kinerja aparatur. Sehingga perlu adanya evaluasi ada evaluasi. “Kinerja aparatur kita masih C,” katanya.
Pandangan fraksi lainnya, mengenai beberapa target yang tidak mengalami penyesuaian, baik yang mengalami peningkatan maupun penurunan. Masing-masing fraksi meminta adanya riset data yang valid.
“Tujuannya agar,ketika membuat asumsi rencana, tak hanya sekedar membuat target saja,” tegasnya.
Ia juga melihat adanya pendapatan yang jauh berbeda dengan Pemprov NTB. Semestinya, kata dia, hal itu tak rentangnya tidak terlalu jauh. Perbedaan pendapatan itu mencapai Tp 340 miliar, dari Rp 2,3 triliun, angka ini kurang dari 10 persen.
“Persoalan dimana itu masalahnya,” keluhnya.
Jika pendapatan terbesar dari pajak kendaraan bermotor, Pemkab pun disebutnya dapat jatah. Menurut Murnan, sifat ekonomi ini alami, jika manusia bergerak maka hal itu juga akan mengikuti.
Sebab jika ada pergerakan ekonomi, maka ada dana yang masuk. Baik berupa retribusi, pajak dan lain sebagainya. (Oni)
Editor: Nurul