Warta Mataram – Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) telah menyatakan sikap terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka menyebut putusan tersebut sebagai pengkhianatan oleh kabinet Joko Widodo terhadap rakyat.
Sejak diterbitkan pertama kali pada tahun 2020, Undang-undang Cipta Kerja telah mendapat penolakan luas dari rakyat. Penolakan ini terus meluas dan akhirnya menghasilkan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang-undang tersebut inkonstitusional pada 25 November 2021. Namun, keputusan tersebut dianggap telah dikhianati oleh kabinet Joko Widodo dengan menerbitkan Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang no. 6 tahun 2023 pada 31 Maret 2023.
Pada 2 Oktober 2023, kabinet Joko Widodo melalui Mahkamah Konstitusi kembali menolak gugatan rakyat, yang artinya mengukuhkan Undang-undang Cipta Kerja. AGRA menyatakan bahwa sikap Joko Widodo semakin menunjukkan dukungannya terhadap kebutuhan investasi, yang dalam hal ini merupakan kepentingan imperialisme agar mereka dapat terus menggerakkan modal mereka dan menghindari ancaman akibat krisis ekonomi.
AGRA juga mengkritik bahwa Joko Widodo sepenuhnya mengabaikan kepentingan rakyat, terutama kaum buruh dan petani yang akan menjadi korban langsung dari berlakunya Undang-undang Cipta Kerja. Mereka menganggap bahwa UU ini akan memudahkan kapitalis monopoli asing bekerja sama dengan tuan tanah besar untuk merampas dan memonopoli tanah kaum tani.
Selain itu, AGRA berpendapat bahwa UU ini menghambat terwujudnya Reforma Agraria Sejati di Indonesia. Mereka mengutip bahwa redistribusi tanah yang seharusnya menjadi bagian dari Reforma Agraria Joko Widodo telah berakhir dengan tanah-tanah tersebut kembali berada di tangan tuan tanah besar melalui berbagai skema kemitraan.
Dalam konteks Reforma Agraria Palsu (RA-PS), AGRA mengklaim bahwa program ini tidak memenuhi tuntutan sejati kaum tani dan justru memudahkan mereka kehilangan hak atas tanah. Mereka juga mengecam bahwa program-program seperti Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kelola Masyarakat, Hutan Desa, Hutan Adat, dan Hutan Kemiteraan tidak mengembalikan hutan sebagai kawasan kolektif rakyat, tetapi justru memudahkan investasi di kawasan hutan.
AGRA mengajukan seruan kepada rakyat Indonesia untuk terus memperjuangkan penarikan UU Cipta Kerja dan Reforma Agraria Palsu Joko Widodo. Mereka meminta pencabutan seluruh produk hukum terkait dan menghentikan program RA-PS yang bertentangan dengan tuntutan sejati kaum tani. Mereka juga menuntut penghentian tindak kekerasan, penangkapan sewenang-wenang terhadap mereka yang memperjuangkan hak tanah dan demokratisasi, serta meminta pembebasan semua yang dikriminalisasi dalam perjuangan haknya. Terakhir, mereka menyerukan untuk menjalankan Reforma Agraria Sejati dan membangun industri nasional. (*)