Warta Mataram – Sebuah video menampilkan seorang sopir mobil transportasi online mengangkut penumpang dari Kuta Mandalika, Lombok Tengah (Loteng), pada Jumat (8/9) lalu, menjadi viral di media sosial. Kejadian ini memicu adu mulut antara sopir dan sejumlah warga setempat.
Insiden serupa bukan pertama kalinya terjadi di kawasan Kuta, Mandalika. Hal ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan bagi para wisatawan yang mengunjungi destinasi pariwisata di Pulau Lombok.
Lendek Jayadi, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Loteng, menyayangkan dan mengungkapkan keprihatinan atas kasus ini yang kembali terjadi di sektor pariwisata. Ia menyatakan bahwa sebagian pelaku wisata tampaknya belum sepenuhnya memahami dinamika kerja dalam industri pariwisata.
“Masih saja melihat pariwisata ini sebagai insentif ekonomi yang bersifat sementara. Padahal, ini adalah hasil dari hal-hal yang positif,” ujarnya saat berbicara dengan wartawan di kantor bupati pada tanggal 11 September.
Menurut Jayadi, jika masyarakat dapat menerima para pelaku wisata dengan sikap baik, maka hasil dan dampaknya akan lebih signifikan dibanding sebelumnya. Oleh karena itu, Pemkab Loteng meminta semua pelaku industri akomodasi untuk bersikap terbuka dan ramah dalam menyambut tamu dan rekan kerja.
“Ingat, transportasi memastikan agar orang, yaitu para wisatawan, dapat berjalan dengan lancar. Tanpa adanya transportasi, maka pariwisata tidak akan ada. Mereka memiliki uang untuk berwisata, maka mereka membutuhkan sarana transportasi,” jelasnya.
Jayadi menegaskan bahwa di mana pun para pelaku wisata berada, mereka harus bersikap ramah terhadap penyedia transportasi yang beroperasi di objek pariwisata. Tanpa adanya penyedia transportasi, tidak mungkin para wisatawan akan ada di destinasi pariwisata.
“Karena itu, kita harus membangun hubungan baik, apakah itu melalui platform online atau tidak. Hanya berbeda dalam cara memilih transportasi,” kata Ketua Dewan Masjid Loteng ini.
Jayadi menyoroti bahwa di era saat ini, semua lapisan masyarakat harus mampu bersikap ramah dan mengerti tentang digitalisasi. Tidak ada alasan bagi generasi saat ini untuk tidak memahami kemajuan digitalisasi.
“Kita belum sampai pada generasi 5.0, bahkan baru di generasi 4.0. Jika kita tidak bergerak cepat, maka kita akan tertinggal,” pesannya.
Sebagai perwakilan dari para penggemar pariwisata di Gumi Tatas Tuhu Trasna (Tastura), ia menekankan perlunya menciptakan atmosfer positif bagi semua pihak yang terlibat dalam industri pariwisata. Ia juga memberikan peringatan kepada Asita dan Astindo untuk memberikan penyadaran kepada anggotanya dalam asosiasi.
Jayadi menjelaskan bahwa penyadaran yang dimaksud adalah bahwa pelaku wisata tidak boleh memaksakan kehendak pribadi mereka. Sebaliknya, mereka harus mengikuti keinginan dan kebutuhan wisatawan, yang juga merupakan pasar.
“Apa yang diinginkan pasar saat ini, itulah yang harus kita ikuti. Kita harus melayani semaksimal mungkin, bukan memaksakan kehendak kita sendiri,” tegasnya.