counter hit make

10 poin rapor merah 4 tahun Anies menjabat, publik: Gagal total, bicaranya bagai angin surga!

Anies Baswedan. Foto: Antara

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meluncurkan sebuah laporan bertajuk “Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan di Ibu Kota”.

Setidaknya ada 10 masalah yang disoroti dalam empat tahun Anies memimpin Jakarta. Rapor merah itu diserahkan ke pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, pada Senin, 18 Oktober 2021.

Menanggapi hal tersebut warganet di media sosial pun ramai-ramai ikut membicarakan.

Salah satunya akun jejaring Twitter @triwul82. Melalui kicauan yang dibuat dia mengatakan bahwa Anies bisa disebut sebagai Gubernur yang gagal total dalam memimpin ibu kota.

Kalau baca laporan ’10 Poin Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan di Ibu Kota’ oleh LBH Jakarta, bisah disimpulkan bahwa Anies Baswedan telah gagal total memimpin DKI Jakarta, tidak bisah dibantah lagi ya drun,” kicau akun tersebut, dikutip Hops pada Selasa, 19 Oktober 2021.

Gurbenur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Antara
Gurbenur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Antara

Sontak kicauan tersebut mendapat berbagai tanggapan dari netizen lainnya.

Gagal tolal karena kebanyakan bacot, omongannya bagaikan angin surga. Kebanyakan bayar lebih dan kebanyakan bacot. Dan satu lagi dia sosok manusia yang tidak tau malu,” balas akun Harianbanjarnahor.

Apa namanya coba. Dikasih soal 10 jawaban salah kabeh. Kalau saya itu bebal namanya,” kata akun agusssan1474.

Rapornya kebakaran semua. Jaminan gak naik kelas loe bos,” imbuh akun Sendysuwanto.

Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan di Ibu Kota

Sebagaimana diketahui, dalam Berdasarkan laporan tersebut, laporan bertajuk “Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan di Ibu Kota” menyoroti masalah sebagai berikut:

Masalah pertama yang disoroti adalah buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).

Kedua, sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air.

Ketiga, penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. LBH menilai, banjir Jakarta sebenarnya bukan hanya satu tipe banjir saja, namun terdapat tipe banjir hujan lokal; banjir kiriman hulu; banjir rob; banjir akibat gagal infrastruktur; dan banjir kombinasi.

Masalah keempat yakni penataan kampung kota yang belum partisipatif.

Kelima, yakni ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum.

Keenam, lanjut catatan tersebut, sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta. LBH menyoroti kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0 persen yang ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit, namun kemudian dipangkas sehingga ditargetkan hanya membangun 10 ribu unit. Selan itu, LBH menyoroti penyelenggaraan rumah yang pada awalnya diperuntukan kepada warga berpenghasilan strata pendapat 4-7 juta, kemudian diubah menjadi strata pendapatan 14 juta.

Anies Baswedan. Foto: Antara
Anies Baswedan. Foto: Antara

Masalah ketujuh yakni belum adaintervensi yang signifikan dari Pemprov DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Padahal, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah dengan karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.

“Ke delapan, penanganan pandemi yang masih setengah hati. Sebagaimana diketahui, wilayah DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19. Untuk itu diperlukan bentuk penanganan yang tepat guna dan tepat sasaran,” kata Charlie.

Masalah kesembilan, LBH menyoroti penggusuran paksa yang masih menghantui warga Jakarta. LBH menyayangkan perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM.

“Pergub DKI Nomor 207 Tahun 2016 Tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak merupakan salah satu ketentuan yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk melakukan penggusuran dengan dalih memberikan kepastian hukum pelaksanaan penertiban terhadap pemakaian/penguasaan tanah tanpa izin yang berhak,” katanya.

Sementara yang kesepuluh, LBH menyoroti soal reklamasi yang masih terus berlanjut.

Inkonsistensi itu, lanjut LBH, mengenai penghentian reklamasi dimulai ketika Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

“Pergub 58 tahun 2018 yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai perusahaan mitra,” imbuhnya.

Artikel dari Hops.ID