Vendor Lokal NTB Merugi, MXGP Tinggalkan Utang Miliaran Rupiah

Warta Mataram – Di balik gemerlapnya ajang internasional MXGP (Motocross Grand Prix) di Nusa Tenggara Barat, tersimpan kisah kelam dari para pelaku usaha lokal. Salah satunya datang dari Bang Putra Rinjani Mahsyar, atau akrab disapa Bang Upok, pengusaha EO asal Mataram yang mengaku mengalami kerugian besar akibat tunggakan pembayaran oleh pihak penyelenggara.

Dalam dialog eksklusif bersama Tribun Lombok, Bang Upok mengungkapkan bahwa tagihannya yang belum dibayar mencapai Rp700 juta, dengan total tunggakan yang dialami oleh seluruh vendor disebut menyentuh angka Rp10 miliar. “Itu melibatkan sekitar 15 vendor dan beberapa hotel dari NTB hingga Jakarta. Bahkan beberapa general manager hotel terancam PHK jika masalah ini tak selesai bulan Juni,” ungkapnya.

Bang Upok yang menaungi 25 karyawan terpaksa menjual dua unit mobil dan sebagian peralatan sound system demi menutup cicilan dan membayar THR. Ia menyebutkan, kerja samanya saat itu berlangsung secara profesional dengan pihak PT SEG, selaku event organizer resmi pemegang lisensi MXGP, bukan dengan pejabat pemerintahan.

Namun sejak acara berakhir, PT SEG disebut tak lagi kooperatif. “Kami telepon, tidak diangkat. WA 10 kali, dibalas sekali. Kantornya pun sekarang tak jelas,” jelas Bang Upok. Ia mengaku beberapa kali mencoba mencari jalan kekeluargaan, bahkan sempat “ikut meramaikan” acara ulang tahun Gubernur NTB saat itu, Zulkieflimansyah, dengan membawa kue yang diselipkan tagihan, namun justru viral dan dianggap kontroversial.

“Awalnya kami hanya ingin bertemu beliau sebagai Chairman MXGP, minta petuah atau arahan agar panitia mau menyelesaikan kewajiban,” tambahnya.

Meski kecewa, Bang Upok menolak membawa persoalan ini ke jalur hukum. “Kalau bisa, kita tetap utamakan kekeluargaan. Kami tidak ingin memperkeruh suasana atau merusak iklim bisnis,” tegasnya.

Dampak Domino

Kisah Bang Upok hanyalah satu dari sekian vendor yang turut terdampak. Ia menyebut banyak rekan seprofesi yang kini terpaksa menggadaikan aset, mencari pinjaman, atau memotong gaji karyawan, hanya untuk bertahan. “Dampaknya besar. Bukan hanya kami pelaku usaha, tapi juga UMKM dan pekerja lokal yang menggantungkan hidup dari event-event seperti ini,” jelasnya.

Meskipun telah mengalami kerugian besar, Bang Upok tetap berharap agar event-event berskala internasional tetap berlanjut di NTB. Ia menyebut MXGP sebagai salah satu penyumbang citra positif daerah, bahkan Sirkuit Samota mendapat penghargaan sebagai sirkuit tercantik di dunia. “Kami bangga bisa berkontribusi. Tapi kami juga butuh kepastian. Kalau tak dibayar, siapa yang mau ikut lagi di 2025?” katanya menutup.

Exit mobile version