counter hit make

Tidak Sekedar Jadi Obyek Wisata, Begini Sejarah Taman Mayura Cakranegara

Sasak Heritage – Taman Mayura Cakranegara terletak di wilayah kelurahan Cakranegara Timur, kecamatan Cakranegara, kotamadya Mataram. Situs Taman Mayura berbentuk empat persegi panjang. Di tengah telaga terdapat sebuah bangunan terbuka bernama Bale Kambang. Di sekitar kolam terdapat empat buah bangunan terbuka. Pada halaman sebelah utara terdapat sebuah bangunan/gedung yang pernah digunakan sebagai kantor Assistant Resident.

Taman Mayura adalah taman yang dibangun oleh raja sebagai kelengkapan bangunan puri (istana) raja. Dengan demikian, taman ini berfungsi sebagai taman raja. Sebagai taman raja, di kompleks taman ini juga terdapat rumah tempat tinggal raja, dalam arti, ditempati oleh raja bila sedang beristirahat di taman. Letaknya di tempat yang sekarang berdiri bangunan Pura Padmasana. Bangunan yang terletak di halaman bagian utara, pada masa pemerintahan Belanda pernah digunakan sebagai kantor Assistant Resident, kemudian menjadi kantor Distrik Cakranegara. Terakhir kali gedung ini digunakan sebagai kantor Krama Pura.

Fungsinya sebagai taman raja praktis berakhir bersamaan berakhirnya kerajaan Mataram setelah kalah perang melawan Belanda pada tahun 1894 M. Antara tahun 1894 – 1992 status taman ini tidak jelas karena eksistensi kerajaan Mataram sebagai pemilik sudah tidak ada. Karena raja kalah perang melawan Belanda, kemudian Belanda yang memegang kendali pemerintahan. Logisnya, taman ini menjadi milik pemerintahan Belanda pada waktu itu.

Pada tahun 1992/1993, Punggawa Cakranegara membangun Pura Kelepug di sebelah timur telaga dengan 33 buah pancuran berbentuk kepala naga. Oleh masyarakat pemeluk agama Hindu, pura ini tetap digunakan sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan hingga kini. Bahkan sebelah utara Pura Kelepug, di sudut timur laut kompleks taman, telah dibangun sebuah pura yang lebih besar bernama Padmasana yang pembangunannya selesai tahun 1980. Dari rangkaian peristiwa tersebut diambil kesimpulan bahwa sampai dengan runtuhnya kerajaan Mataram, Taman Mayura bersifat profan murni.

Nama Taman Mayura berasal dari bahasa Sansekera, Mayura, yang berarti burung merak. Hal tersebut karena pada awalnya di taman ini terdapat banyak ular yang meresahkan masyarakat yang ingin melaksanakan upacara keagamaan di dalamnya, sehingga kemudian beberapa penasehat menyarankan agar memelihara merak untuk mengusir ular yang banyak berkeliaran di dalamnya. Sejak saat itulah nama taman lebih dikenal dengan nama Taman Mayura yang berarti taman burung merak.

Bangunan yang terdapat di tengah kolam mempunyai nama Rat Kerte atau yang oleh masyarakat setempat sering disebut dengan Gili. Rat Kerte ini pada mulanya sering digunakan sebagai tempat berkumpul ataupun tempat musyawarah petinggi kerajaan hingga tempat untuk menerima tamu bagi kerajaan.

Pada area kompleks pura, terdapat empat pura utama. Pura tersebut adalah Pura Gunung Rinjani, Pura Ngelurah, Pura Padmasana, dan Pura Gedong. Diantara keempat pura tersebut, Pura Gedong merupakan tempat yang sering dilakukan upacara peribadatan umat Hindu dari berbagai dunia, sehingga pura ini mempunyai nama lain, yaitu Pura Jagad Rana. Kompleks pura ini juga terbuka untuk umum, sehingga wisatawan dapat mengelilingi wilayah ini untuk dapat menambah pengalaman religiusitas ataupun pengetahuan. Untuk wisatawan yang sudah menikah, selendang diikatkan di pinggang dengan ikatan di sebelah kiri dan untuk yang sedang menjalin ikatan pacaran, yaitu di sebelah kanan, sedangkan untuk wisatawan yang single, ikatannya berada di tengah-tengah pinggang. Penggunaan selendang tersebut menandakan bahwa pengunjung sedang memasuki area suci dan harus menghargai apa yang ada di dalamnya.

Sumber: Gumi Sasak dalam Sejarah dan berbagai sumber