counter hit make

PB HMI Minta Pemerintah Lebih Perhatikan Pelaku UMKM Di Masa PPKM Level 4 Lanjutan

Jakarta – Warta Mataram, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyoroti adanya pemberlakuan PPKM level 4 (25/07).

Ketua Umum PB HMI, melalui Ketua Bidang KUMKM dan Ekraf, PB HMI Nasrul, mengungkapkan adanya pemberlakuan PPKM level 4 berdampak terhadap sektor ekonomi.

Menurutnya dampak perekonomian Nasional akibat pemberlakukan PPKM Level 4 ini menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi dari proyeksi 5,1% menjadi sekitar 3,8%

“Pemberlakuan PPKM level 4 tentu memberikan tekanan terhadap para pelaku UMKM, apalagi dengan penurunan omset yang cukup drastis,” ungkap Nasrul

Nasrul mengatakan masalah pertama yang terjadi yakni saat ini pelaku UMKM sulit mendapatkan tambahan atau suntikan modal.

Pemerintah harus mendorong perbankan, terutama yang ditunjuk, untuk membantu pelaku UMKM melalui kemudahan kredit.

“Apalagi pasca penerapan PPKM level 4, rasio kredit hanya mencapai 18,6%”.

Dalam situasi seperti ini, pemerintah harus serius dalam melindungi dan membantu pelaku UMKM sebagai konsekuensi dari kebijakan yang diambil.

Tak hanya itu, Nasrul juga menyoroti permasalahan arus informasi yang dapat di akses oleh para pelaku UMKM.

“Dalam pengamatan kami sejauh ini, banyak pelaku UMKM yang mengeluhkan minimnya informasi terkait stimulus bantuan dan modal bagi para pelaku usaha.”

Tak berhenti disitu, Nasrul, sebagai Ketua Bidang K-UMKM EKRAF mengetahui betul masalah kemampuan manajerial keuangan para pelaku UMKM yang dinilai masih sangat lemah.

Hal tersebut tentu mengakibatkan susahnya pelaku usaha dalam memperoleh akses perkreditan atau pinjaman modal.

Selain itu, Nasrul juga meminta pemerintah agar kebijakan yang diambil tidak tumpang tindih.

“Terkadang pelaku UMKM di daerah tertentu ini kesulitan dan kebingungan atas kebijakan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak sinkron, terutama dalam hal administrasi yang berbelit-belit” jelas Nasrul

Situasi tersebut
bisa disiasati dengan sosialisasi yang maksimal dan masif terkait bantuan dan kebijakan pemerintah kepada asosiasi atau perkumpulan para pelaku UMKM.

Kemudian Nasrul menyoroti masalah kurangnya kemampuan para pelaku UMKM dalam menjalankan usaha melalui digital.

“Kalau kita melihat data tahun 2020, dari total 64,2 juta unit UMKM, hanya sekira 13% yang memanfaatkan teknologi digital dalam mengelola usahanya”.

Lanjut nasrul, “Padahal inovasi usaha ke arah literasi digital merupakan hal yang mutlak dikuasai untuk survive dimasa pandemi”.

Persoalan UMKM ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan memberikan bantuan tunai.

Selain kemudahan akses bantuan permodalan, pemerintah juga harus menjamin keterampilan pelaku usaha dengan memberikan pelatihan-pelatihan soft skill yang lebih mengarah pada UMKM melek digital.

“Pemerintah harus mempunyai data yang valid atas berbagai sektor UMKM, industri esensial dan kritikal, manufaktur, sektor ritel dan lainnya,” ujarnya.

Hal tersebut dimaksudkan agar berbagai sektor usaha bisa segera beroperasi kembali sesuai ketentuan.

“Meskipun diberi bantuan secara tunai, namun kalau usahanya berhenti dan sepi pembeli akibat pembatasan aktivitas sosial, maka itu sangat tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan bersama untuk menjadikan UMKM semakin maju, mandiri, kreatif dan inovatif,” pungkas Nasrul. (RAWM)