Warta Mataram – Pertunjukan teater telah diselenggarakan di Taman Budaya oleh Teater Insomnia yang bekerjasama dengan Taman Budaya. Kegiatan ini juga disupport oleh Nusa Tenggara Art Community, DPK Artspace, Fotografi Kampus UNRAM, Artheraphy Lombok, RSA Project Clothing Maker, dan Lumbung Kreasi.
Pertunjukan bertajuk “On Stage 21” yang bertemakan “Titik Kumpul” ini telah melibatkan beberapa pegiat Teater, diantaranya adalah Teater Tastura Lombok Tengah, Teater 16 Lombok Timur, Mime In Lombok, Teater HIMLA-NTT, Kampoeng Baca Pelangi, dan Teater Biru 09-Bima.
Kegiatan ini akan berlangsung 3 hari di Taman budaya, dimulai dari hari Senin lalu (23/08) dan penutupan tanggal 26 Agustus 2021.
Tepat di hari Selasa kemarin, Mime In Lombok beraksi dengan ciri khasnya. Adegan yang dimainkan oleh 3 orang ini (Nash Ja’una, Mukhlas, dan Wahyu) disutradarai langsung oleh Nash Ja’una yang mengambil tema “Work From Home”.
Pementasan tersebut berbeda dengan pementasan yang pernah dilakukan, dimana unsur komedi dari pantomime sedikit ditonjolkan karena teman-teman dari Mime In Lombok ingin menyampaikan kondisi orang-orang yang stress dan frustasi melalui pertunjukan teater.
Work From Home mulai diterapkan saat pandemi COVID-19 melanda semua negara termasuk Indonesia. Pandemi tersebut yang memaksa sebagian besar orang untuk bekerja dari rumah saja. Rumah menjadi tempat kerja, dan bertegur sapa secara virtual dengan semua orang.
Bukan hanya itu, para pelajar pun mengikuti pembelajaran melalui virtual, hanya melihat teman-temannya dari kejauhan. Manusia yang merupakan makhluk sosial seketika berubah. Kegelisahan-kegelisahan dan keluhan terhadap WFH yang ternyata tidak efisien bagi orang-orang yang biasa bekerja di luar rumah. Segalanya terbatas, bahkan pikiran pikiran dan imajinasi semakin terbatas. Hal itulah yang membuat tertarik teman-teman dari Mime In Lombok untuk mengangkat isu tentang kegelisahan dan keluhan masyarakat tentang WFH.
“Kegelisahan dan keluhan itu yang ingin kita angkat sebenarnya karena sebagian besar orang mengeluh bahwa bekerja di rumah itu tidak efisien bagi orang-orang yang biasa kerja di luar. Bekerja di rumah itu sama halnya dengan membunuh diri karena banyak keterbatasan laku dan pikiran,” ungkap saudara Nash Ja’una saat diwawancarai pada hari Selasa kemarin.
Kegelisahan dan keluhan yang menyebabkan keterbatasan pikiran itulah yang kemudian digambarkan dalam pementasan Teater Pantomime yang dimainkan oleh ketiga aktor tersebut. Mukhlas dan Wahyu berperan sebagai pekerja yang menggambarkan kebosanan karena bekerja dari rumah yang sangat terbatas. Lain halnya dengan Nash Ja’una yang berperan sebagai manusia patung yang merupakan hasil karya yang diciptakan semua orang akbibat dari keterbatasan dan tekanan-tekanan yang berbenturan dengan keinginan.
“Jadi, saya adalah hasil karya bagi siapa saja yang dengan keterbatasan mereka serta stress dan frustasi dengan tekanan yang sebenarnya memiliki keinginan yang lain, tetapi berbenturan dengan tekanan dari luar yang mempunyai ikatan dengan mereka dan bukan dari mereka sendiri”, ujar saudara Nash Ja’una.
Sebagian besar orang terkadang tidak menyadari apa yang sebenarnya dicari saat bekerja. Tekanan yang didengar setiap hari hanya untuk mendapat reward materi yang sebanyak-banyaknya. Bukan sesuatu yang salah jika ada sebagian besar dari mereka menginginkan sebuah penghargaan, tetapi ketidaktelitian terkadang menjadi boomerang bagi diri sendiri.
“Tekanan dari luar itu secara finansial yang bisa memberikan penghargaan bagi mereka, tetapi bagi diri mereka sendiri terkadang bertentangan dengan keinginan mereka, sehingga terkadang mereka berkecamuk, kadang mengikuti hatinya dan terkadang mengikuti tekanan-tekananya. Dan pada akhirnya menciptakan sebuah produk yang bisa menyerang balik mereka,” lanjutnya. (Riniwm)