Daratan Sumbawa diperkirakan telah didiami oleh manusia purba, tepatnya pada akhir masa pleistosen, yaitu kala terakhir periode geologis ketika daerah-daerah kutub dan pegunungan tinggi diliputi lapisan es. Pada masa itu, temperatur bumi menurun, es di kutub meluas berulang kali, menyebabkan permukaan laut menurun, sehingga menutup sebagian besar Benua Asia, Amerika, Eropa bagian utara.
Homo Soloensis yaitu makhluk yang memiliki tingkat evolusi lebih tinggi dari Pithecanthropus Erectus yang diduga pernah hidup di daratan Indonesia satu juta sampai setengah juta tahun yang lalu, sedangkan manusia purba yang dianggap paling tua di Indonesia adalah Megantropus Palaeojavanicus atau manusia raksasa dari Jawa kuno yang fosilnya ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941 di Sangiran.
Homo Soloensis ini dalam beberapa puluh ribu tahun kemudian berevolusi menjadi Homo Wajakensis yang diperkirakan telah melakukan migrasi ke arah barat dari dataran Sunda menuju dataran Asia, selain juga bermigrasi ke timur menuju daratan Sahul melalui Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Alor, Komodo, Sawu, Roti, Wetar, dan Timor sebelum wilayah itu menjadi pulau-pulau yang terpisah seperti sekarang ini.
Homo Wajakensis yang bermigrasi ke arah timur itu akhirnya menurunkan penduduk pribumi di Benua Australia, Kepulauan Melanesia, dan Irian Jaya (Papua). Keturunan Homo Wajakensis ini, menurut penelitian A.C. Kuperus dalam Het Cultuurlandschap Van West Sumbawa (1973), diduga pernah mendiami wilayah lembah Batu Tering (Sumbawa) sekitar 50.000 – 30.000 SM pada kala akhir pleistosen atau kala glacial warm yang juga sering disebut sebagai kala es berakhir. Pada akhir kala glacial warm ini, lapisan-lapisan es di kutub utara dan selatan meleleh, maka permukaan laut dimana-mana naik, sehingga banyak bagian bumi ini, antara lain dataran Sunda dan dataran Sahul tadi menghilang tertutup air, dan hanya deretan pegunungan yang tinggi menjulang di atas permukaan lautan saja yang masih tetap kelihatan serta menjadi gugusan kepulauan Indonesia dan Filipina seperti tampak pada saat ini. Dataran Sunda tenggelam menjadi dasar Laut Benggali, Laut Muang Thai, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Laut Sulu yang dangkal, sedangkan dataran Sahul menjadi dasar laut antara Benua Australia dan Pulau Irian (Papua).
Manusia purba Homo Wajakensis ini belum memiliki tempat tinggal tetap. Mereka hidup berkelompok dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya atau bersifat nomad. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh faktor tersedia atau tidaknya binatang buruan yang akan menjadi santapannya. Selain hidup dan berburu binatang, mereka juga hidup dari hasil meramu hasil-hasil hutan, menangkap ikan, dan mengumpulkan bahan-bahan makanan lain yang langsung diambil dari alam sekitar hidup mereka (food gathering).
Dengan menggunakan peralatan sederhana berupa batu yang dikerjakan secara kasar, kayu, tulang, dan tanduk binatang, mereka mempertahankan hidupnya. Penemuan berupa chopper (kapak perimbas) dan flakes (alat-alat kecil dari batu yang indah warnanya) di Airenung wilayah Batu Tering turut memperkuat pendapat bahwa di Sumbawa ini pernah dihuni oleh manusia-manusia purba pada zaman Palaeolitikum. Arthur Hullett mendeskripsikan tentang manusia purba seperti kutipan berikut ini:
“Perhaps half a million years ago or more, this apeman grunted and groped his way through the jungle along the banks of the Solo River but, primitive creature that he was, he probably became extinct while Java was still part of the Asian mainland. Four hundred thousand years later, Homo Soloensis, a man more advanced type and a distant forerunner of Homo Sapiens, lived in some general area but by this time the Ice Age had come to an end and the slowly rising waters from the melting glaciers had covered most of the low-lying areas and created today’s far-flung archipelago.”
(Hullett, 1984)
Sumber: Pilar-Pilar Budaya Sumbawa, Wahyu Sunan Kalimati