Mataram – Malam Rabu kemarin tanggal 26 Mei 2021 di Bawah Pohon telah diselenggarakan launching buku “Astronomi Tradisi Membaca Kalender Rowot Sasak” oleh saudara Muhammad Awaludin, MH. Buku tersebut merupakan buku ke 2 setelah Bukunya yang bertajuk “Penentuan Arah Kiblat”. Beliau salah satu dosen Jurusan Ilmu Falak di Fakultas Syariah kampus UIN Mataram.
Saat Launching perdana, bertepatan dengan Gerhana Super Blood Moon. Sebelum acara dimulai, ada pemantauan Gerhana Blood Moon bersama menggunakan teleskop. Gerhana tersebut berlangsung selama 1 jam.
Launching buku “Astronomi Tradisi Membaca Kalender Rowot Sasak”, saudara Muhammad Awaludin ditemani oleh Dr. Lalu Ari Irawan, S.E, S.Pd, M.Pd akrab dipanggil Mamiq Ari yang merupakan dosen dari Universitas Pendidikan Mandalika. Beliau dikenal akrab dengan penulis bahkan sering berdiskusi mengenai Kalender Rowot.
“Buku ini merupakan hadiah untuk kami di Bulan Syawal ini khususnya bagi saya sendiri. Kalau di zaman dulu, yang bisa membaca hanya orang-orang tertentu, seandainya buku Pak Awal ini sudah ada sejak dulu mungkin banyak yang akan paham”. Ungkap Mamiq Ari saat menyampaikan kalimat pembuka. (26/05/2021)
Tak banyak orang yang tahu tentang Kalender Rowot. Bahkan orang Sasak pun masih awam terhadap Kalender Rowot tersebut. Salah satu tujuan diterbitkannya buku “Astronomi Tradisi Membaca Kalender Rowot Sasak” ini agar semua masyarakat khususnya masyarakat Sasak mengetahui perhitungan waktu dan musim menurut perhitungan nenek moyangnya terdahulu.
“Tahun 2016 saya mulai meneliti Kalender Rowot. Kalender Rowot hadir menggunakan bintang, dimana bintang tersebut adalah Bintang Pleades yang hampir seluruh dunia memakai bintang ini untuk perhitungan waktu dan musim. Di Babilonia, Yunani, bahkan di Eropa mempercayai bahwa Bintang Pleades adalah para tujuh bidadari yang dikejar oleh si pemburu singa atau Orion. Di Jepang namanya Subaru yang artinya bintang tujuh, dan di Sasak sendiri Pleades adalah jelmaan dari Mandalika.” Ujar saudara Muhammad Awaludin saat penyampaiannya. (26/05/2021).
Rowot memang dikenal bintangnya orang Sasak atau dikenal dengan Bintang Pleades. Orang zaman dahulu menggunakan bintang tersebut untuk perhitungan musim dan waktu. Agar mudah mengingat peristiwa atau pergantian musim, masyarakat akhirnya menggunakan cerita-cerita yang saat ini dikenal dengan Mitologi. Sama seperti halnya “Bau Nyale” yang saat launching kemarin menjadi perbincanlgan hangat karena masih menyimpan tanda tanya. Banyak pertanyaan mengenai Rowot dan “Bau Nyale”. Seperti halnya pertanyaan menarik dari salah satu peserta yang bertanya mengenai bagaimana bisa buku mengastronomikan mitologi.
“Mitologi yang muncul bisa bercerita panjang, contohnya seperti “Bau Nyale” itu. Masyarakat Sasak mempercayai bahwa “Nyale” adalah jelmaan seorang Putri mandalika yang datang saat waktunya sudah tiba. Namun sebenarnya yang menjadi “Bau Nyale” itu adalah menjemput Putri Mandalika. Dapat atau tidaknya nyale saat itu biarkan saja. Yang perlu diperhatikan adalah banyaknya “Nyale” menentukan curah hujan, dan kurangnya “Nyale” adalah ancaman. Jadi jangan fokus ke Putri Mandalika nya tetapi apa yang terjadi ketika “Nyale” itu berkurang.” Jawab saudara Muhammad Awaludin saat menjawab pertanyaan peserta.
Mitologi pada zaman dulu merupakan sains bagi masyarakat sekarang ini. Cerita-cerita tersebut kemudian menjadi teori yang sampai saat ini digunakan oleh masyarakat.
“Putri Mandalika hanya lisan, “Nyale” keluar bersamaan dengan tumbuhnya padi yang diceritakan dengan kisah. Dan menghitung cacing “Nyale” adalah kultural. Mitologi tersebut menyimpan adanya pelajaran musim melalui bintang.” Tambah Mamiq Ari. (riniwm)