counter hit make

Kehidupan Nenek Moyang dan Pengaruh Hindu-Budha di Gumi Sasak

Sasak Heritage – Pada periode akhir zaman prasejarah, masyarakan Gumi Sasak telah mulai mengenal kehidupan secara teratur. Nenek moyang orang Sasak melakukan hubungan dengan dunia luar, sehingga berbagai peralatan semakin berkembang dengan adanya saling tukar-menukar barang, mulai dari barang-barang untuk melengkapi kebutuhan hidup sehari-hari hingga perhiasan. Benda-benda dari hasil temuan tersebut merupakan kekayaan budaya material yang dapat menggambarkan tentang aktivitas dan kreativitas kehidupan masa lalu.

Penemuan lain seperti piring porselin dan buli-buli menunjukkan adanya hubungan masyarakat Gumi Sasak dengan China. Piring porselin tersebut diperkirakan berasal dari abad XII M sampai dengan abad XIII M pada masa Dinasti Sung. Sedangkan buli-buli berasal dari masa Dinasti Yuan abad XIII M dan XIV M. Selain itu, ditemukan juga kedudeng, yang biasa dipergunakan sebagai perhiasan pada masyarakat desa Bayan. Hal ini sangatlah beralasan karena Bangsa China telah menguasai jalur perdagangan laut. Perdagangan lewat jalur laut memungkinkan terjadinya arus dagang dalam jumlah besar, sehingga barang-barang yang berasal dari China juga banyak ditemukan di Gumi Sasak.

Penemuan batu nisan yang bertuliskan huruf China dan Arab di Pringgabaya masih belum menunjukkan jawaban yang pasti tentang hubungan China dengan Islam di Gumi Sasak karena belum adanya kajian secara khusus tentang hal tersebut.

Dalam kehidupan yang lebih teratur, nenek moyang orang Sasak menerima berbagai pengaruh baik yang berasal dari pengaruh agama Budha maupun pengaruh dari agama Hindu. Pengaruh agama Budha telah dapat diketahui sejak awal kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya. Ketika kerajaan Sriwijaya berkuasa, pulau Lombok (Gumi Sasak) disebutkan sebagai wilayah kekuasaannya. Adapun wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi: Sin-to (Sunda), yang berbatasan dengan Yong-ya-lu (Jenggala); Batas Suchi-ton (Sriwijaya) adalah Suito. Di samping kekuasaan Yong-ya-lu juga Ta-ban (Tumapel), Pohu-yuan, Ma-teng (Medang), Hsi-ning, Teng-che, Ta-kang, Huan-ma-chu, Ma-li (Bali), Niu-lun (Lombok), Tan jung-wu-lo (Tanjungpura, Kalimantan), Ti-wu (Timor), Peng-ya-i (Banggai, Sulawesi), Wa-nu-ku (Maluku).

Bukti konkrit adanya pengaruh agama Budha di Gumi Sasak adalah:

  1. Temuan empat buah arca Budha dari perunggu pada tahun 1960 di Lombok Timur, tepatnya di Batu Pandang, kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Keempat patung Budha tersebut kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Dua diantara patung tersebut dikenal sebagai Tara dan Avalokitesvara. Menurut Dr. Soekmono, satu diantaranya mirip dengan patung Budha yang terdapat di Candi Borobudur, berasal dari abad IX M dan X M.
  2. Penemuan sebuah genta di Pendua, desa Sesait, kecamatan Gangga, Lombok Barat. Genta yang ditemukan terbuat dari perunggu, bentuknya menyerupai stupa dengan tangkai bagian atas diberi hias wajra berujung lima. Wajra adalah tanda dewa Indra atau tanda pendeta Budha.

Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya, maka muncullah kerajaan Majapahit. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan Sriwijaya, diantaranya adalah serangan dari Colomandala di India, daerah kekuasaan di Semenanjung Malaya melepaskan diri, munculnya Kertanegara sebagai raja Singasari yang bercita-cita menyatukan Nusantara, serta adanya ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M.

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang bercorak Hindu terbesar dan memiliki pengaruh sangat luas di Nusantara. Keberadaan pulau Lombok (Gumi Sasak) sendiri tertulis dalam kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca pada zaman kerajaan Majapahit. Nama pulau Lombok disebutnya dalam Sarga XIII dan XIV dengan perincian sebagai berikut: “Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Irian Jaya. Sesudah gurun maka sampailah kita ke daerah pulau Lombok Mirah Sasak yang utama.”

Sebagai wilayah kekuasaan Majapahit, maka pengaruh agama Hindu berkembang juga di Gumi Sasak. Hal ini dibuktikan melalui:

  1. Temuan arca Siwa Mahadewa tahun 1950 di Batu Pandang, desa Sapit, kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Arca tersebut bergaya Jawa Tengah-an abad IX M.
  2. Adanya tradisi masyarakan Pujut yang menyatakan bahwa asal-usul nenek moyang mereka berasal dari Majapahit melalui Raden Mas Mulia. Raden Mas Mulia kawin dengan putri Dewa Agung Putu Alit dari Klungkung bernama Dewi Mas Ayu Supraba. Dari Bali, Mas Mulia berangkat menuju Lombok disertai 17 keluarga dan menetap di Pujut.

Sumber: Gumi Sasak dalam Sejarah
Foto: patembayancitralekha.com