counter hit make

Jarang Orang Tau, Inilah Sejarah dan Fungsi Politis Pura Meru Cakranegara

Pura Meru Cakranegara terletak di wilayah kelurahan Cakranegara Timur, kecamatan Cakranegara, kotamadya Mataram. Letaknya bersebelahan jalan dengan kompleks Taman Mayura. Antarkeduanya merupakan satu kesatuan di dalam konsepsi tata letak pusat pemerintahan Cakranegara pada waktu itu. Pura Meru terletak di sebelah selatan jalan, sedangkan Taman Mayura di sebelah utara jalan. Antara keduanya mempunyai keterkaitan fungsi dan hubungan histori. Dari Mataram hanya sekitar 2 kilometer. Kelompok bangunan pura ini terletak pada satu lokasi yang dikelilingi pagar dan terdiri atas 4 bagian, yaitu:

1. Halaman Jero Pura/Jeroan (Uttama Mandala)

Berukuran 42,5 x 42,5 m, di dalamnya terletak bangunan inti pura berupa bangunan-bangunan yang bersifat sakral dalam bentuk Meru. Bangunan-bangunan lainnya berbentuk padmasari, bale (balai) dan sanggar-sanggar kecil sebanyak 29 buah. Tiga buah bangunan berbentuk Meru berderet utara-selatan. Yang terbesar dan tertinggi berada di tengah, beratap ijuk, bersusun sebelas. Tinggi bangunan 18,26 m, ukuran dasar 5 x 5 m. Kedua, bangunan Meru yang disampingnya sama besar, beratap genteng, bersusun Sembilan. Tinggi bangunan 15 m, ukuran dasar 4,3 x 4,3 m. Pada saat dibangun pertama kali, ketiga Meru itu beratap ijuk. Ketika dilakukan pemugaran pada masa penjajahan Belanda, kedua Meru yang bersusun sembilan atapnya diganti dengan genteng. Bagian ini dikelilingi pagar yang tingginya 3-4 m, tebal lebih kurang 80 cm, terbuat dari bata merah (bata gosok, tanpa diplester). Pintu utama terletak di sisi barat (tengah) disebut Kori Agung. Di sudut utara dan selatan juga terdapat pintu dengan ukuran lebih kecil. Pintu-pintu ini menghubungkan halaman Jero Pura dengan halaman Jaba Tengah. Pada sisi (dinding) sebelah selatan juga terdapat sebuah pintu keluar (pintu samping).

2. Halaman Jaba Tengah atau Madya Mandala

Berukuran 42,5 x 42,5 m di sebelah timur, di kanan-kiri Kori Agung terdapat dua buah bangunan berbentuk “panggungan” disebut Bale Gong. Bentuk dan ukuran keduanya sama, ditempatkan secara simetris. Luas masing-masing 47,04 m2, beratap seng, tinggi lebih kurang 4 m. Lokasi ini berfungsi sebagai tempat orang mempersiapkan sajen dan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara. Bale Gong juga berfungsi sebagai tempat gamelan yang digunakan dalam rangkaian upacara. Pada dinding sebelah barat terdapat tiga buah pintu yang letaknya sejajar dengan pintu-pintu yang menuju halaman jeroan. Pintu utamanya berada di tengah dengan ukuran yang lebih besar.

3. Halaman Jaba Pesan dan Nista Mandala

Pada dinding sebelah utara terdapat sebuah pintu masuk, bukan pintu utama, tetapi justru pintu lain yang lebih banyak digunakan oleh pengunjung sehari-hari.

4. Halaman Jabaan

Halaman ini terletak di bagian paling luar (ujung barat). Pintu utama masuk pura terletak di sisi utara. Bagian ini berbentuk gapura “candi bentar”. Pada bagian halaman ini permukaan tanah lebih rendah kurang lebih 90 cm daripada bagian halaman pura lain.

Antara halaman Jaba Pesan dengan Jabaan tidak terdapat pagar/dinding pembatas, sehingga keduanya terkesan menjadi satu halaman dengan panjang 70 m dan lebar 42,5 m. Di sudut barat laut halaman ini terdapat sebuah bangunan kecil dengan lantai yang ditinggikan, tempat kulkul (kentongan) disebut Bale Kulkul. Kulkul ini berfungsi sebagai alat komunikasi untuk memanggil orang agar berkumpul.

Pura Meru berfungsi sebagai tempat persembahyangan bagi pemeluk agama Hindu Dharma. Di samping sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan, bila kita kaji latar belakang dibangunnya pura ini, secara politis berfungsi sebagai sarana pemersatu bagi orang-orang Bali yang di Lombok, terutama pada waktu itu di Lombok terdapat beberapa buah kerajaan kecil dari orang-orang Bali. Sekali dalam setahun diadakan upacara Pujawali atau Usadha, yaitu upacara besar pada bulan purnama bulan ke-4 menurut perhitungan kalender Bali, biasanya jatuh pada bulan September – Oktober. Pada hari itu semua banjar atau kampung sebanyak 29 kampung membawa alat dari pura masing-masing dan di Pura Meru melakukan upacara ritual.

Pujawali dan menghias sanggar masing-masing. Untuk Meru yang tiga buah itu, sajen dibuat oleh panitia Pura (dahulu dilaksanakan oleh istana). Upacara Pujawali biasanya dimulai pada sekitar pukul 10.00. Semua alat upacara dan pikulannya (disebut jempana) harus dibersihkan secara simbolis dengan upacara. Hal ini disebut “nyuciang” atau “melelasti”. Upacara pembersihan ini dilakukan di pancuran air yang terletak di Pura Kelepug, Taman Mayura. Di sini jelas keterlibatan fungsi antara Pura Meru dengan Taman Mayura. Pada sore harinya, barulah diadakan upacara persembahyangan Pujawali yang secara keseluruhan memerlukan waktu tiga hari, maka segala alat sanggah itu dibawa ke kampung masing-masing.

Sumber: Gumi Sasak dalam Sejarah

Foto: Lonelyplanet.com