counter hit make

Inilah Proses yang Perlu Dilalui Dalam Upacara Perkawinan Orang Sasak

Adat perkawinan pada masyarakat Lombok dikaitkan dengan upacara sorong serah aji krama. Seorang pemuda (terune) dapat memperoleh seorang istri berdasarkan adat dengan dua cara, yaitu: Pertama, dengan soloh (meminang kepada keluarga si gadis). Kedua, dengan cara merariq (melarikan si gadis). Setelah salah satu cara sudah dilakukan, maka keluarga pria akan melakukan tata cara perkawinan sesuai dengan adat Sasak. Adapun prosesi secara lengkap adalah sebagai berikut:

  1. Mesejati mengandung arti bahwa dari pihak laki-laki mengutus beberapa orang tokoh masyarakat setempat atau tokoh adat untuk melaporkan kepada kepala desa atau keliang (kepala dusun) untuk mempermaklumkan mengenai perkawinan tersebut tentang jati diri calon pengantin laki-laki dan selanjutnya melapor kepada pihak keluarga perempuan.
  2. Selabar mengandung maksud untuk mempermaklumkan kepada pihak keluarga calon pengantin perempuan yang ditindaklanjuti oleh pembicaraan adat istiadatnya meliputi aji karma yang terdiri dari nilai-nilai 33-66-100 dengan dasar penilaian uang atau kepeng bolong atau kepeng jamak. Kadang-kadang acara selabar ini dirangkaikan dengan permintaan wali sekaligus.
  3. Menjemput wali adalah menjemput wali dari pihak perempuan, bisa langsung pada saat selabar atau beberapa hari setelah selabar dan hal ini tergantung kesepakatan dua belah pihak (kapisuka).
  4. Mengambil janji, dalam pelaksanaannya adalah membicarakan seputar sorong serah dan aji krama sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di dalam desa atau kampung asal calon mempelai perempuan.
  5. Aji krama (sorong serah) berasal dari kata “aji” dan “kerama”. Aji berarti nilai dan kerama berarti cara atau adat. Berarti aji krama artinya nilai adat. Aji krama disebut juga sorong serah, yaitu suatu pernyataan persetujuan kedua belah pihak, baik dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki (take and give). Dalam acara sorong serah ini, kedua belah pihak mengirim rombongan yang terdiri dari 20-30 orang mendatangi keluarga pihak perempuan dengan membawa harta benda yang dinamakan gegawan. Rombongan ini disebut penyorong, sedangkan keluarga pihak perempuan yang akan menerima disebut penanggap. Macam-macam harta benda yang dibawa penyorong adalah:
    1. Sesirah, berupa barang atau logam mulia seperti gelang emas. Simbol ini berarti untuk membedakan antara orang bebas dengan budak. Pada zaman dahulu semasih ada perbudakan masih berlaku, akan tetapi sekarang ini hanya sebagai perlengkapan saja.
    2. Lampak Lemah, lampak artinya telapak dan lemah artinya tanah. Dengan demikian, lampak lemah ini berupa uang, memiliki makna sebagai penghapus bekas telapak kaki di atas tanah yang pernah dilewati oleh calon mempelai wanita sewaktu ia melarikan dirinya meninggalkan orang tua dan keluarganya.
    3. Pemegat berarti pemutus, berupa uang yang terdiri dari seikat benang bolong yang dipergunakan sesudah semua pembicaraan selesai dengan kata sepakat. Hal ini merupakan bentuk penegasan pada hari itu. Telah resmi perkawinan menurut adat antara kedua mempelai.
    4. Salin Dedeng atau tedung arat berupa sebuah ceraken di atasnya diletakkan sebuah buluh yang diruncingkan, tetapi sekarang sering dipergunakan semprong lampu dan sebilah kulit bambu yang tajam, lalu diikat sehelai kain yang cukup untuk jadi selendang. Keberadaan benda tersebut memiliki makna persiapan untuk menantikan kelahiran seorang bayi yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.
    5. Olen-Olen berupa sebuah peti yang di dalamnya diisi dengan bermacam-macam kain atau sarung tenunan, tetapi sekarang sering dipakai koper. Benda ini memiliki simbol sebagai pelengkap, mungkin terjadi kekurangan akibat dari pembicaraan dalam acara sorong serah secara keseluruhan.
  6. Nyongkolan, keluarga pihak laki-laki disertai oleh kedua mempelai mengunjungi pihak keluarga perempuan yang diiringi oleh kerabat dan handai taulan dengan mempergunakan pakaian adat diiringi gamelan bahkan gendang beleq.
  7. Bidik Lampak merupakan salah satu tradisi untuk berkunjung ke rumah orang tua perempuan secara khusus bersama kedua orang tua pihak laki-laki.

 

Sumber: Gumi Sasak dalam Sejarah dan berbagai sumber