Oleh : BATRA ADIWIJAYA NINGRAT
Perang Dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok sudah berlangsung sejak tanggal 8 Maret 2018. Pada saat itu Donald Trump selaku Presiden Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan tentang penangguhan pengenaan tarif 25% pada impor baja dan 10% pada aluminium untuk beberapa negara, tetapi kebijakan itu tidak untuk China, untuk China masih tetap dikenakan tarif tersebut. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Donald Trump membuat Pemerintah China naik pitam, sehingga China membuat kebijakan yang hampir sama, yaitu mengenakan tarif bea 25% atas impor China untuk semua produk dan berlaku untuk beberapa negara. Selanjutnya kebijakan tersebut membuat seakan-akan pengenaan tarif tersebut hanya berlaku untuk dua negara ini saja. China memberikan tarif yang besar untuk semua produk dari Amerika Serikat dan begitu pula sebaliknya. Pada tahun 2019, perang dagang antara dua negara tersebut mulai memanas, dengan kebijakan Trump melarang perusahaan Amerika Serikat menggunakan peralatan telekomunikasi asing, hal tersebut merupakan langkah yang ditujukan kepada perusahaan raksasa China yaitu Huawei. Hal itu membuat China juga menaikkan tarif semua produk Amerika Serikat di negaranya.
Meskipun telah terjadi perjanjian fase I damai dagang yang ditandatangani oleh Amerika Serikat dan China, kini perang dagang kembali memanas karena serangan baru yang dilancarkan oleh pihak AS terhadap komoditas China. Pada kali ini Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS akan memblokir impor kapas dan produk tomat dari wilayah Xinjiang di China barat. Bukan hanya itu, produk turunannya termasuk benang kapas, tekstil, pakaian jadi, serta pasta tomat, dan produk lain juga akan dilarang masuk. Hal ini dilakukan karena ada tudingan produk tersebut diproduksi dengan kerja paksa yang dilakukan China ke Muslim Uighur di provinsi itu.
Konflik perang dagang antara AS dengan China seharusnya mampu kita konversikan sebagai salah satu potensi atau peluang yang harus kita maksimalkan untuk coba menawarkan produk-produk kita. Indonesia merupakan salah satu anggota G20 dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia dan disebut sebagai newly industrialized country. Indonesia merupakan negara dengan nominal Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar ke-7. Pada 2019, nilai PDB Indonesia mencapai 40 miliar dolar AS, dan diperkirakan akan melampaui 130 miliar pada 2025.
Berdasarkan hasil studi UNCTAD mengungkapkan, perang dagang membuat kawasan ASEAN menjadi pihak yang diuntungkan termasuk Indonesia. Indonesia termasuk salah satu anggota G20 dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia. Indonesia dapat mengadopsi apa yang dilakukan Vietnam. Indonesia memiliki empat peluang yang dapat dimaksimalkan untuk mendapatkan keuntungan dari perang dagang AS-China.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara meningkatkan investasi langsung, terutama karena potensi relokasi bisnis perusahaan-perusahaan Amerika Serikat dari China. Kedua, Indonesia dapat meningkatkan ekspornya, karena AS dan China merupakan negara eksportir terbesar. Berdasarkan data BPS, China adalah tujuan utama ekspor Indonesia selama periode Januari-Desember 2019 dengan pangsa 16,68% senilai 25,85 miliar dolar AS, diikuti AS dengan nilai 17,68 miliar (11,41 %), dan Jepang dengan nilai 13,75 miliar (8,87 %). China masih menjadi tujuan ekspor utama pada periode Januari-Mei 2020, dengan nilai 10,39 miliar dolar AS atau 17,04 % dari total ekspor 64,45 miliar. Sedangkan negara tujuan ekspor terbesar kedua selama periode yang sama adalah Amerika Serikat dengan nilai 7,22 miliar dolar AS. Komoditas unggulan yang diekspor ke AS adalah alas kaki, komponen kendaraan bermotor, dan furnitur.
Selain itu juga, Indonesia harus juga menyiapkan sumber daya manusia untuk dapat lebih produktif, terkhusus para generasi mudanya untuk terlibat aktif dalam membangun basis produk yang berkualitas agar mampu menembus pasar-pasar internasional sehingga bisa mengambil alih produk-produk yang dikenakan tarif mahal yang diberlakukan oleh kedua yang sedang perang dagang itu. Pemerintah juga harus lebih serius melakukan peningkatan kualitas SDM-nya. Salah satu langkah strategis adalah dengan memperbanyak pelatihan dan edukasi tentang UMKM serta menyiapkan akses modal yang lebih banyak lagi guna menopang tumbuhnya UMKM-UMKM baru. Jika langkah dan peluang ini dapat disikapi dengan cermat, maka kita akan meraup keuntungan yang sangat besar dari konflik perang dagang yang melibatkan AS dengan China ini.